AJI dan LBH Pers Desak Kapolri Usul Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis Saat Vonis Eks Mentan SYL
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengecam keras kekerasan terhadap sejumlah jurnalis oleh sekelompok diduga organisasi masyarakat (ormas) saat meliput sidang vonis terdakwa eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 11 Juli 2024.
“AJI Jakarta mengecam kekerasan yang dilakukan sejumlah pendukung mantan Mentan SYL terhadap jurnalis,” ujar Ketua AJI Jakarta Irsyan Hasyim dalam siaran persnya
Irsyan menjelaskan bahwa jurnalis dilindungi Undang-Undang (UU) Pers dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers menyatakan, ‘Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.’
Sementara, Pasal 18 UU Pers telah memuat sanksi pidana terhadap setiap orang yang secara melawan hukum sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalis.
Peristiwa kekerasan itu terjadi saat SYL hendak memberikan keterangan pers usai sidang digelar. Namun, sekelompok ormas yang memadati lokasi disebut menghalangi proses peliputan awak media sehingga memantik kericuhan.
Saat kejadian tersebut, juru kamera Kompas TV Bodhiya Vimala menceritakan sempat dikejar, ditendang, dan dipukul oleh sejumlah pria diduga berasal dari ormas tersebut. Bodhiya berusaha menghindar dari kejaran itu.
“Memang saya sempat dikejar sama ormas. Dari sebagian ormas itu, tadi yang saya lihat ada tiga orang ngejar saya. Mukul, nendang segala macam, berbuat seperti itu,” kata Bodhiya.
Bodhiya mengaku mengalami kerugian kerusakan kamera. Ia kini telah membuat laporan atas kejadian itu ke Polda Metro Jaya.
Jurnalis TV One, Firdaus juga mengaku mengalami kekerasan dari polisi usai SYL keluar dari ruangan sidang. Firdaus menyebut, aksi dorong-dorongan sudah terjadi sejak di dalam ruangan sidang.
“Ketika chaos, saya kebawa arus ke belakang dan ada dorong-dorongan antar polisi, ormas, dan wartawan karena ruangan itu penuh orang. Akhirnya, saya jatuh dan LCD kameranya rusak. LCD kamera rusak dan tripod saya mengenai orang lain di belakang saya,” kata Firdaus.
Ketika Bodhiya dikejar kelompok ormas, Firdaus juga berinisiatif merekam kejadian dan berusaha melerai.
Korban lain, juru kamera MNC TV, Dede Rudi dan teman reporter perempuan dari Sea Today yang ia tidak kenal namanya ikut terjatuh akibat insiden berdesak-desakan dan dorong-dorongan. Alhasil, tripodnya hancur dan ia mengalami luka.
“Reporter perempuan itu menangis. Sedangkan, lutut saya luka berdarah dan memar,” kata Dede.
Aparat penegak hukum harus menindak tegas pelaku kekerasan terhadap pers. Minimnya perspektif hak atas kemerdekaan pers serta rentetan ketidakbecusan penegak hukum dalam memberikan perlindungan terhadap pers merupakan salah satu faktor utama langgengnya tindakan-tindakan kekerasan terhadap pilar keempat demokrasi ini. Padahal, dalam melaksanakan profesinya, Pers mendapatkan perlindungan hukum, sebagaimana yang diamanatkan pada Pasal 8 UU Pers.
Kasus kekerasan yang secara terang-terangan dilakukan terhadap jurnalis yang sedang melaksanakan tugasnya, seperti dalam insiden ini, seharusnya tidak menambah deretan panjang ketidakadilan yang dialami oleh pers. Setiap kekerasan terhadap jurnalis harus ditindaklanjuti dengan serius agar tidak terus memperpanjang catatan kelam ketidakadilan terhadap pers.
Oleh karena itu, AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengecam intimidasi pada jurnalis meliput sidang putusan SYL. Pekerjaan-pekerjaan jurnalistik yang dilakukan jurnalis merupakan bagian dari kepentingan publik.
2. Mendesak Kapolri dan Kapolda Metro Jaya serta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi yang telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40/1999.
3. Mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999.
4. Meminta kepada kantor media untuk menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput ke lapangan, khususnya kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik maupun psikis.
5. Dalam negara demokrasi harus menjunjung tinggi kemerdekaan pers, artinya apabila ada pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan akibat pemberitaan, hendaknya menggunakan hak jawab dan koreksi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 11 UU Pers Nomor 40/1999 yang berbunyi, ‘Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya’.
BACA JUGA