Top Header Ad

AJI Tolak UU TNI, Ancaman Bagi Demokrasi dan Kebebasan Pers

Logo AJI
Logo AJI

JAKARTA, Inibalikpapan.com Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dengan tegas menolak pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Kamis (20/3).

“Disahkannya RUU TNI ini merupakan tanda kemunduran demokrasi,” tegas Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, dalam siaran persnya.

UU TNI yang baru ini memperluas kewenangan militer dalam jabatan sipil, mengancam prinsip supremasi sipil dalam demokrasi, serta membuka ruang bagi keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil.

AJI menilai bahwa revisi seharusnya berfokus pada reformasi peradilan militer, bukan justru memperkuat peran militer dalam ranah sipil.

TNI dan Kekerasan terhadap Jurnalis

Menurut data AJI, pada 2024, TNI menduduki posisi kedua sebagai pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Hingga Maret 2025, tercatat satu kasus kekerasan yang dilakukan anggota TNI terhadap jurnalis.

Namun, anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum, seperti kekerasan terhadap warga sipil dan jurnalis, hanya diadili di peradilan militer dengan hukuman ringan yang minim efek jera.

“Jika mereka melakukan tindak pidana umum, seperti kekerasan terhadap jurnalis, maka pengadilan yang berwenang adalah pengadilan sipil,” tegas Nany.

Ia menambahkan bahwa pengadilan sipil memberikan hukuman lebih berat dan efek jera yang lebih nyata dibandingkan pengadilan militer yang cenderung ringan.

BACA JUGA :

Ancaman bagi Supremasi Sipil dan Kebebasan Pers

AJI menegaskan bahwa revisi UU TNI seharusnya berfokus pada, reformasi peradilan militer untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

Lalu mengembalikan TNI pada tugas utama sebagai penjaga pertahanan negara, bukan alat politik atau kekuasaan.

Keputusan DPR mengesahkan UU TNI ini semakin mempertegas arah militeristik pemerintahan Presiden Prabowo. Dengan rekam jejak yang kontroversial terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Prabowo dinilai berupaya memperkuat kontrol politik dengan memperluas keterlibatan militer dalam jabatan sipil.

Proses Pengesahan UU TNI Tanpa Partisipasi Publik

AJI juga menyoroti minimnya keterlibatan publik dalam proses legislasi UU TNI. Sejumlah aksi protes di berbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Manado, Purwokerto, dan Bandung mencerminkan ketidaksetujuan masyarakat terhadap UU ini.

Lebih ironis lagi, DPR seolah mengabaikan sejarah buruk Dwi Fungsi ABRI di era Orde Baru. Reformasi 1998 bertujuan mengembalikan militer ke barak, bukan justru memperluas kewenangannya dalam pemerintahan sipil.

Kebebasan Pers di Bawah Ancaman Militer

AJI mengingatkan bahwa Indonesia pernah mengalami represi terhadap kebebasan pers di era Orde Baru. Media massa dibungkam, termasuk pembredelan Majalah Tempo, Editor, dan Detik pada 1994 karena mengungkap skandal korupsi pembelian kapal perang bekas dari Jerman Timur.

Selain itu, kekerasan terhadap jurnalis juga pernah terjadi, termasuk pembunuhan wartawan Bernas Udin yang mengkritisi seorang pejabat militer aktif, serta pembunuhan aktivis buruh Marsinah yang melibatkan oknum militer.

Budaya militer yang berlandaskan komando tidak memberi ruang bagi kritik, sehingga keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil akan semakin membatasi kebebasan pers dan demokrasi.

Demokrasi dalam Bahaya

Berdasarkan pertimbangan tersebut, AJI Indonesia menolak pengesahan UU TNI dengan alasan:

  1. Ancaman bagi demokrasi dan supremasi sipil – Memperbesar peran militer dalam jabatan sipil dan menghambat kebebasan pers.
  2. Mengganggu profesionalisme TNI – TNI harus fokus pada pertahanan negara, bukan terlibat dalam urusan sipil.
  3. Menghambat reformasi TNI – UU ini memperlambat upaya membangun militer yang profesional dan akuntabel.

AJI menyerukan seluruh masyarakat untuk bersatu menolak UU TNI agar Indonesia tidak kembali ke masa Orde Baru atau mengalami kemunduran demokrasi seperti junta militer di Thailand dan Myanmar.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses