Bahayanya Politisasi Simbol Agama
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Agama kini dianggap lebih sering menjadi instrument untuk mendapatkan kekuasaan. Hal itu disampaikan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) PBNU Rumadi Ahmad.
“Bukan hanya itu, tapi di dalamnya ada unsur pemutalakan agama sebagai alat untuk mendapat kekuasaan politik. Ini akan beramplikasi pada agamanisasi politik,” ujarnya dalam diskusi bertemakan “Pilpres dan Politisasi Simbol Agama”, di Cikini Jakarta, Kamis (04/04)
“Yang akan dimunculkan dari proses itu adalah menjadikan pilihan politik seperti pilihan keagamaan. Politik seperti surga dan neraka, pahala dan dosa, jalan terang dan gelap. Politisasi agama dan agamanisasi politik dua hal yang sama buruknya,”
.
Menurutnya, sejak awal Islam tidak bisa dilepaskan dari politik. Bahkan kata
dia, ketika Nabi Muhammad diutus ada cerita suatu saat duduk di Masjidil Haram
dan ada orang menunjuk kepada Nabi.
“Ini loh ada yang
memproklamirkan diri sebagai orang yang akan menggulingkan kekuasaan romawi.
Padahal saat itu, kekuasaan Romawi nyaris tidak terbayangkan akan digulingkan.
Ini menunjukkan persoalan politik dan Islam sudah muncul,” ujarnya.
Lalu, apa sebenarnya masalah dari politisasi agama lanjutnya, ada dua hal. Pertama
masalah terkait dengan pelucutan agama dari aspek substansi dan agama hanya dilihat
simbol-simbolnya.
“Itu yang
sekarang terjadi di Indonesia. Politisasi agama akan jadi bahaya kalau agama
dilucuti dari aspek substansinya, ajaran moral dilucuti, yang tersisa aspek
simbolik dan emosi,” ujarnya
“Ketika agama hanya jadi persoalan simbolik dan emosi, inilah yang kemudian
membawa orang pada pertikaian. Dia lupa pada substansi agama. Kalau orang ingat
dengan ajaran moral agama, tidak akan sulit memberikan pemahaman.,”
Kedua kata dia, adalah pemutlakan agama di dalam perjuangan politik. Karena
tidak mungkin orang Indonesia atau orang Islam melepaskan agama dari poitik
atau sebaliknya. Karena perkembangan Islam di nusantara tidak pernah lepas dari
politik.
“Politisasi agama sudah bisa kita lihat, bahkan sekarang sudah cenderung
agamanisasi politik. Kalau orang terjatuh pada agamanisasi politik, maka
pilihan orang pada capres A atau B bukan lagi urusan politik duniawi, tapi
sudah jadi urusan surga dan neraka, jalan sesat atau terang,”ujarnya.
Pengamat Politik dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, menambahkan, ketika agama dijadikan ideologi untuk kepntingan politik sebenarnya sah dan boleh saja.
“Tapi ketika agama dijadikan alat legitimasi politik ini jadi masalah. Yang terjadi sekarang seperti itu. Kita harus mendudukkan secara benar. Problemnya pemahaman masyarakat tentang agama,’ ujarnya
“Hanya sedikit umat yang bisa membaca kitab suci, hal ini kata dia yang jadi masalah. Kedua, kalau membaca saja hanya sedikit, apalagi memahaminya”
Lalu lanjutnya, wajar
saja kemudian menjadi pola pikir yang keliru digunakan pihak tertentu untuk melegitimasi politik. Ketika
agama dijadikan symbol politik dan itu akan berbahaya.
“Kita sedih bagaimana agama dibenturkan dengan politik, kita sedih ketika agama
jadi alat untuk legitimasi politik,” ujarnya
“Agama apapun
tidak salah, agama jadi kekuatan, bahwa bekerja itu ibadah, politik juga
ibadah, tapi manusianya mengalami penyempitan dalam cara berpikir, ini jadi
persoalan,”
Solusinya kata dia, media memberikan kesadaran kepada masyarakat yang belum
melek secara politik. Jika agama digunakan sebagai alat legitimasi politik,
sesungguhnya masyarakat yang harus memilah.
BACA JUGA