Begini Temuan Komnas HAM Terkait Dugaan Pelanggaran Peralihan Pegawai KPK
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Komisi Nasional Hak asasi Manusia (Komnas HAM) merilis hasil penyelidikan terkait dugaan pelanggan peralihan pegawai KPN menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Dimana dalam proses peralihan itu dilakukan tes wawasan kebangsaan (TWK) dan dianggap merupakan upaya untuk menyingkirkan sejumlah pegawai KPK tertentu dengan bacgroud dan stigma tertentu.
Hal itu disampaikan Komisioner Bidang Pendindakan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam dalam konperesnsi pers lewat daring, Senin (16/8/2021), dilansir dari suara.com jaringan inibalikpapan.com
“Diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan background tertentu, khususnya mereka yang terstigma atau berlabel Taliban,” ujarnya
Kemudian pelabelan atau stigmatisasi Taliban terhadap pegawai KPK yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. “Baik faktual maupun hukum, sebagai bentuk pelanggaran HAM,” ujarnga
“Stigmatisasi maupun pelabelan terhadap seseorang merupakan salah satu permasalahan serius dalam konteks HAM. Telah terjadi pemutusan hubungan kerja pegawai KPK melalui alih status dalam assesmen TWK.
“Penggunanaan stigma dan label Taliban menjadi basis dasar pemutusan hubungan kerja melalui proses ali stataus pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi,”
Dia menyebutkan, penyelenggaraan assesmen TWK dalam proses alih status pegawai KPK tidak semata-mata melaksanakan perintah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 yang merupakan revisi dari UU KPK nomor 30 tahun 2002 dan PP Nomor 41 tahun 2020, namun memiliki intensi lain.
“Revisi undang-undang tersebut digunakan sebagai momentum untuk meneguhkan keberadaan stigma dan label tersebut di dalam internal KPK,” ujarnya.
Di samping itu, usulan, atensi dan intensi pimpinan KPK dalam proses perumusan, penyusunan dan pencantuman assesmen TWK dalam Perkom Nomor 1 Tahun 2021, ditambah adanya keputusan di level pimpinan dan/atau kepala lembaga, serta menteri terkait dua klausal.
“Assesmen TWK dan bekerja sama dengan Badan Kepegawaain (BKN) yang dapat dipahami sebagai bentuk perhatian lebih dan serius dibandingkan subtansi pembahasaan dibandingkan subtansi pembahasan lain dalam darf perkom, sebagai proses tidak lazim, tidak akuntabel dan tidak bertanggung jawab,” kata Anam.
suara.com
BACA JUGA