Buah Ketekunan Sri Sunarti dari Membatik, Masker Hingga Beri Ruang pada Difabel
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com — Makin menjamurnya usaha kecil pembuatan masker rumahan, pelaku usaha dituntut makin kreatif bukan hanya dari sisi jumlah/kuantitas, juga segi pemasaran namunnya yang tidak kalah penting model masker yang mengikuti selera pasar bahkan juga dianjurkan sesuai standar Kesehatan.
Sri Sunarti (58), ibu dua anak asal Trenggalek yang sudah lama tinggal dan menjadi warga Kelurahan Mekarsari, Balikpapan Tengah ini merupakan seorang mitra binaan Pertamina Balikpapan. Dia tetap semangat meski usianya sudah memasuki senja. Ketekunan, kreatifivitas dan kesabarannya mulai mendatangkan hasil.
Pada mulai usahanya 2017 lalu, selain dibenturkan pada persoalan permodalan dan pemasaran juga harus kreatif membuat desain terutama desain yang sesuai dengan protocol Kesehatan.
Mengawali usahanya, warga yang aktif mengikuti organisasi ini berawal dari membuat batik/membatik. Pembuatan batik masih tetap berjalan hingga kini namun di pandemi, dia juga meluaskan bentuk usahanya yakni membuat masker dengan motif batik. Motif ini ternyata banyak diminati masyarakat termasuk dari instansi pemerintah. Motif batik yang ditawarkan ada Karang Munting, Lengkungan Kaltim, Cemara dan motif lainya.
Sebelum ke pembuatan masker batik, Sunarti awalnya dengan mengikuti pelatihan menjahit, lalu pelatihan membatik membuat motif, cara canting pada 2015 hingga 2016 lalu di SKB Balikpapan Tengah jalan Straat III Balikpapan Utara. Ketekunan dan melakoni membantik ini dia nikmati terutama saat mencatting dan melukis motif. Selain itu dia juga mengikuti pelatihan memasak dan membuat tas di SKB Balikpapan Tengah.
Sunarti tidak malu meski dia menjadi peserta pelatihan yang paling tua pada 2015 lalu untuk ikut latihan membatik. Dari satu pelatihan ke pelatihan lain Sunarti ikuti bukan hanya di Balikpapan tapi Samarinda. Sedangkan menjahit, diakui tidak memiliki kemampuan hanya bisa menjahit masker saja. Perjalanan waktulah yang menempa bisa seperti sekarang ini.
“Tahun 2017 itu mulai betul-betul kita tekuni maju hingga 2020 ini. Cuma yang 2017 masih merangkak, coba-coba. Bagus nggak, motif ini cocoknya ngak, coba saya kasikan teman kok bagus ya. lama-lama kelamaan saya jalan. Kalau menjahit ya paling daster bisa tapi kalau terima jahitan saya angkat tangan. Ngak berani (gak bisa) bikin pola,” katanya mengawali ceritnya.
Setelah bisa membatik, dia mulai mencoba membatik dengan modal sendiri dan bahan seadanya. Dimulai dari kain 2 meteran dibuat pola dan dibuat dalam bentuk baju daster. “Tapi kok bagus kata orang saya jawab ya bikin sendiri. Lama -lama saya beranikan buat. Awalnya pinjam modal dari KUR BRI lalu pindah ke BNI dan dapat binaan, permodalan dari Pertamina,” terangnya pada akhir pekan lalu (18/10/2020).
Sunarti mengakui kemampuan menjahit tidak seperti penjahit lainya. Dia hanya mampu membuat baju daster dan membuat masker. Hasil pelatihan menjahit ini meski hanya bentuk sederhana namun di masa pandemic pada akhir Maret 2020, menjadi inspirasinya membuat masker. Berangkat dari membeli satu masker lalu dibuat pola.
“Kalau menjahit untuk tren gak bisa. Baru buat masker ini saya bisa jahit masker saja. Ya dari baru awal pandemic (Maret 2020),” ucapnya.
Rupanya kemampuan membatik juga menjadi inspirasi membuat masker model batik. Sri Sunarti dalam kesehariannya tidak hanya membuat batik, membuat masker batik tapi membuat beraneka sambel dari ikan dan cumi-cumi seperti sambel Roa, sambel tuna, sambel cumi, sambel pete. Produk olahan ini dibandrol Rp30 ribu. Sayang pemasaran tidak dilakukan dengan memanfaatkan media sosial.
“Saya ikut grup WA, kalau ada yang di medsos saya nggak ngerti. udah ada IG tapi nggak pernah posting. Soalnya di rumah aki sama nene,” ucapnya didampaingi Yuni putrinya.
Perempuan beranak dua ini mampu membatik tulis. Sedangkan batik printing dikirim ke kawannya di Jawa jika ada pesanan.
“Kalau printing saya kirimkan gambar, saya kirim ke Jawa. Itu berdasarkan permintaan motif seperti apa saya buatkan motifnya, kalau harga cocok siap kita buatkan. Itu 2017 lalu. Awalnya buat batik. Pertama pola gambar di kertas, lalu di kain, dicatting dan bahan baku dari Jawa,” jelasnya yang kini memiliki usaha Toko Batik Iwatik di rumahnya RT 11, Gang Flamboyan Kelurahan Mekarsari, Balikpapan Tengah.
Awal Usaha dari Batik, dengan Coba-Coba
Setelah mengikuti pelatihan 2015 -2016 lalu, Sunarti pada 2017 memulai usaha membatik namun sekedar ikut meramaikan dan sekaligus ikut memperdalam belajar membatik. “Itu belum berkembang beneran. Baru ikut belajar, Cuma ada yang pesan ya tanpa ada untung kita buatkan saja,” tuturnya.
Setelah mengikuti pelatihan membantik, Sunarti mencoba mengawali membatik diatas 10 bahan, lalu hasilnya dibagi-bagikan ke dinas kota Balikpapan. “Produk saya waktu itu belum layak, saya malu kalau jual. Jadi saya bagi-bagikan saja tapi orang pakai kok bagus ya. Baru saya memberanikan diri buat,” ceritanya.
Lebar bahan batik yang dijual 2 meter dengan harga Rp600 ribu dan 800 ribu untuk 2,5 meter. Tergantung pada banyak motif atau warna. Sedangkan batik printing dijual Rp 75 ribu permeter. “Kalau Cap permeter 250 ribu,” sebutnya.
Sunarti memulai membatik dengan modal sendiri dan seadanya. Dimulai dari kain 2 meteran di pola dan dibuat dalam bentuk daster. Usaha dimulai 2018 dan memulai dengan hal sederhana.
“Tapi kok bagus kata orang saya jawab ya bikin sendiri. Lama -lama saya beranikan buat. Awalnya pinjam modal dari KUR BRI lalu pindah ke BNI dan dapat binaan dari Pertamina,” katanya.
Dia menjadi mitra Pertamina pada 2019 lalu ini, mendapatkan bantuan permodalan Rp25 juta. Dana itu digunakan untuk menutupi kekurangan modal usaha yang kini sedang dijalankan baik membuat batik, masker batik mapun krupuk sambal pedas.
“Pertamina baru 2019 saya ditawari modal besar tapisaya nggak berani karena saya masih ada sangkutan di KUR BNI. Saya ambil Rp25 juta untuk menutupi kekurangan modal. Alhamdulillah dari Pertamina pembinaan juga,” ujarnya.
Dengan keterlibatan Pertamina ini, Sunarti bersyukur selain dapat modal juga dilibatkan dalam expo UMKM juga mendapatkan pembinaan pemasaran dan managemen.
Hal ini juga dibenarkan Section Head CSR &SMEPP PT Pertmina Regional Kalimantan Edward Manaor Siahaan.
“Dana kemitraan masker batik ibu sri sunarty merupakan program pinjaman umkm kemitraan yang ditujukan untuk membantu permodalan beliau switching usaha yang awalnya usaha fashion batik menjadi masker batik di masa pandemic covid 19,” kata Edward Manaor (20/10).
Hal ini lanjut Edward Manaor bertujuan untuk membantu usahanya tetap berjalan dengan mengedepankan adaptasi bisnis di masa pandemic covid 19.
Bahkan usahanya bukan hanya sekedar mencari keuntungan semata memproduksi batik namun juga berbagi ilmu dengan membuka kelas membatik yang ilmunya dibagi di Balai Latihan Kerja (BLK) Balikpapan Tengah, Jalan Indrakila III, Balikpapan Utara.
“Bersyukur dengan Pertamina mau lihat tetangga dibawah ini nah. Alhamdulillah permintaan batik lancar, dari orang mau belajar ya kita buka kelas ada dua orang saya dan kawan difabel,” tambah Sunarti.
Bukan hanya disitu, Sri Sunarti bahkan bersama Yusuf mencurahkan tenaganya, pengalamanan dan berbagi ilmunya di SKB tempat dahulu dia menempa belajar batik. Ditemui Inibalikpapan.com, Sunarti dan Yusuf menjadi mentor/tutor kelas membatik bagi siswa yang sekolah di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Balikpapan Tengah yang berlokasi di Jalan Indrakila Straat III, Balikpapan Tengah, Selasa siang (20/10/2020). Dengar sabar dia memberikan pelatihan mencantting.
Yusuf dikenal Sri Sunarti dari komunitas UMKM yang sudah dikenal lama namun baru bergabung dengannya pada 2017- 2018 lalu saat itidak lagi bekerja di Batik Anirah. Yusuf memiliki kemampaun membatik tulis, batik printing/cap. Sosoknya yang mau bekerja keras, pandai dan mau berusaha sangat membantu usaha Iwatik yang dikelolanya
“Saya bersama Yusuf ya dia difabel kakinya alami kecelakaan saat SMP jadi dia cacat. Saya sudah dua tahun sama dia, kan kami punya komunitas UMKM sering kumpul jadi kenal dengan dia. Mas Yusuf dulu di Anirah (batik) kemudian kesaya,” jelasnya.
“Dia kan difabel, orangnya jujur, taat kerja dan bertanggunjawab,” sambungnya.
Yusuf dan Sri Sunarti
Yusuf (32) di temui di SKB mengaku bisa membuat batik tulis, batik cap. Ilmunya di peroleh dari batik Anirah dengan pelatihan selama 4 pekan di Solo. Almarhum Etty Nuzulanti pemilik Anirah yang pernah bekerja di Chevron (PHKT) lah yang membawa dia bisa membatik dari kalangan difabel.
Bekerja 3 tahun di Anirah, Yusuf berhenti dan mengangur selama 4 bulan. Dari situ dia beranikan diri membuat usaha batik sendiri pada awal 2019 lalu bernama Aneka Batik Balikpapan di KM 8 namun tutup karena situasi pandemik. meskidemikian hasil kerajinan tangan bersama anggota Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Balikpapan sempat bercokol di Hotel Novotel pada awal 2020, namun lagi-lagi pendemik membuat usahanya belum berhasil.
Kesulitan yang dihadapi Yusuf tidak membuat putus asa, hidup harus berlanjut, akhirnya dia berjualan online sejak 2019 dengan Anek Batik Balikpapan di rumahnya. Sedangkan 2018 hingga sekarang, Yusuf bergabung dengan pembatik Sri Sunarti.
Yusuf yang ditemui di SKB Balikpapan Tengah mengakui melalui Komunitas Difabel Balikpapan telah memiliki rencana pelatihan dengan Pertamina khusus penyandang Disabilitas setelah berakhirnya pandemik ini. Sejumlah anggota juga pernah terlibat pelatihan membatik di Rumah Kreatif Balikpapan (RKB) saat ia aktif di Batik Anirah 2015 silam.
“Saya juga ingin pelan-pelan ajak teman yang lain gabung, memang belum bisa gaji ya kalau sekarang baru libatkan keluarga. Tapi kedepan tidak menuutp kemungkinan bayar temna-teman disabalitas,” harap Yusuf putra kelahiran Samboja ini.
Buat Masker Sesuai Protokol Covid
Meski penyebaran virus covid mulai melandai di kota Balikpapan, pemerintah kota dan satgas terus memberikan penyadaran melalui disiplin penerapan protocol covid. Salah satunya dengan menggunakan masker yang standar. Sri Sunarti beruntung mendapatkan pesanan untuk membuat masker berlapis tiga.
“Ada pesanan dari DKK (dinas Kesehatan kota) kita dianjurkan harus buat tiga lapis. Ya sudah sudah kita buat 3 lapis ngak tau kapan. Belum tau berapa, suruh bikin contoh dulu,” ungkapnya.
Yuni putri Sri Sunarti ikut membantu menghias motif masker batik.
Pemkot Balikpapan juga meminta agar masker yang dibuat selain berlapis bahanya harus anti air. “Selain itu harus anti air. Dia minta kain yang anti air. Ada kain itu,” ucapnya.
Untuk masker biasa, dalam sebulan, usahanya mampu membuat 500 masker diluar pesanan. Namun kemampuan memproduksi masker dibantu dua penjahit dan anak-anaknya. “Kita buat masker tanpa pesanan yang murah harga mulai 5000. Ada juga harga 10 ribu ada 15 ribu,” sebutnya.
Selain itu, dia menawarkan berbagai macam masker dengan harga bervarian mulai Rp5 ribu hingga 13-14 ribuan. Untuk masker motif batik tiga lapis, dia jual pada kisaran Rp13-14 ribu atau dijual dibawah dari harga pada umumnya.
“Saya jual dibawah mereka. Biasa jual 15 ribu kita jual 13-14 yang penting ada untung sudah, bisa bayar bagi hasil dengan penjahit lain,” sebutnya.
Uniknya lagi, masker batik ini tidak hanya dibuat oleh tenaga kerja normal tapi juga pekerja difabel. Yang mengerjakan batik ada tiga orang, seorang bertugas untuk menggambar, buat pola dan yang melakukan cantting dilakukan dua orang diantaranya Yusuf dari difabel.
Bulan Oktober ini Pesanan Batik Mulai Membaik
Tanda-tanda membaiknya situasi ini, mulai tampak seiring dengan ditemukan vaksin covid. Tentu hal ini membawa pengaruh bagi sendi-sendi kehidupan masyarakat termasuk ekonomi. Tentu saja ini juga kabar gembira bagi Sunarti dan kita semua.
Sunarti Kembali mengakui, pesanan bahan batik dibulan Oktober ini sudah mulai membaik. Sedikitnya ada 80 potong bahan batik printing yang dipesan PKK Kota Balikpapan, dan Koperasi KOWAPI ada 50 potong.
Membaiknya situasi ini tentu akan mendongkrak pemesanan yang ujung akan memudahkan pelaku usaha seperti Sunarti dalam mengembalikan pinjaman modal, dan lainya sudah mulai mencukupi. Apalagi usahanya juga sangat terbantu dengan pemesanan masker batik dari pemerintah atau pihak lainya.
Sebab, saat pandemic pesanan batik hanya dari PKK kota, itupun bentuknya batik printing. Sedangkan batik tulis ada beberapa pesanan dari Banjamasi dan Samarinda.
“Kalau untuk menutupi biaya KUR, Pertamina dan anggota kita ya cukup. Kalau pas pandemic alhamdulillah kami terbantu dari masker itu (masker batik). Dari pemkot 3000 dua kali pesan, samarinda 5000 pesanan,” ulasnya.
Dia berharap pandemik bisa segera berakhir agar masyarakat bisa kembali beraktivitas penuh termasuk usahanya. meski pandemik berakhir, masker batik buatannya akan tetap dibuat dengan unik, dan model yang lebih baik karena tetap menggunakan masker baik utuk kesehatan.
“Nggak apa-apa ibu tetap buat kan masker ini untuk kesehatan, nggak kena debu kita juga aman. Masker batik kita buat kalau ada pesanan. kita sekarangkan buat yang unik-unik, ” tukasnya.
BACA JUGA