Cerita Pelajar Asal Tenggarong yang Menjalani Ramadhan di Idaho AS
IDAHO, Inibalikpapan.com – Pelajar asal Tenggarong Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar), Meylisa Hadi Yanti, berkesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar Kennedy-Lugar Youth Exchange & Study (YES) 2022-2023 yang disponsori oleh kedutaan besar Amerika Serikat (AS).
Meylisa telah menghabiskan waktu selama 10 bulan sebagai pelajar SMA Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat. Dia pun menceritakan pengalamannya, selama tinggal di Amerika, khususnya saat menjalankan ibadah puasa di negeri Paman Sam tersebut.
Berikut penuturannya
Saya duduk di bangku kelas 12 pada saat meninggalkan sementara SMA Negeri 3 Tenggarong di Kalimantan Timur dan berangkat menuju sekolah di program pertukaran ini, Sage International School of Boise, di Amerika.
Tepat pada bulan April, saya sudah 8 bulan tinggal di kota Boise, ibukota negara bagian Idaho, bersama host family (keluarga angkat). Setiap pagi dari hari Senin sampai Kamis saya berangkat sekolah selama 25 menit bersama host siblings menggunakan mobil yang dikendarai oleh host dad. Melalui kaca mobil saya menikmati indahnya sunrise dengan latar belakang Rocky Mountain.
Sesekali kami juga berjumpa pesawat yang hendak landing ataupun boarding dari jarak yang cukup dekat, karena rumah kami hanya 10 menit dari Boise Airport. Idaho terletak di bagian barat laut, sehingga memiliki suhu yang cukup dingin.
Dulu sewaktu di Indonesia saya berdoa agar selama Ramadan cuacanya dingin, dan bila perlu tidak ada matahari sekalian. Namun sekarang saya berubah pikiran, karena saya benar-benar mengalaminya di Ramadan tahun 2023 ini.
Berbeda dengan Ramadan sebelumnya, saya mengawali hari dengan sepotong roti dan segelas susu di waktu sahur. Saya selalu mengambil sahur 10 menit sebelum waktu subuh tiba, jam 6 pagi.
Kemudian tepat pukul 07:25 pagi saya berangkat sekolah dan menjalani hari seperti biasanya, bedanya hanya tidak makan dan minum selama kurang lebih selama 14 jam lamanya.
Sepulang sekolah pukul 16:00 di sore hari, saya mengerjakan beberapa pekerjaan rumah dan kemudian mempersiapkan makanan untuk berbuka puasa pada jam 20:15 di malam hari, jauh lebih malam dibandingkan jam buka puasa di Indonesia.
Rumah kami sangat internasional dalam urusan perut. Bila hari ini kami membuat masakan Italia, besoknya masakan Meksiko, kemudian hari masakan Korea, dan terkadang masakan Indonesia.
Dan alhamdulillah, saya mendapatkan host family yang menjalankan ibadah Ramadan juga. Kami menggunakan pembagian waktu yang dibagikan oleh Boise Islamic Center untuk mengetahui jadwal ibadah, sahur dan berbuka.
Terkadang aplikasi Muslim Pro juga cukup membantu, namun waktu berbukanya 10 menit lebih lambat sehingga kami lebih memilih untuk mengikuti waktu dari Boise Islamic Center.
Komunitas muslim di kota Boise sendiri cukup terbilang besar dan aktif, Boise Islamic Center adalah pusatnya. Setiap hari minggu pagi, beberapa orang muslim datang untuk belajar bahasa Arab, membaca Quran, ataupun mengadakan pengajian kecil-kecilan.
Selama bulan Ramadan, beberapa kali saya hadir sebagai sukarelawan untuk mengajarkan huruf hijaiyah kepada anak-anak, dan mengikuti kelas sejarah islam bersama remaja muslim lainnya. Pukul 9 pagi hingga 12 siang, saya meluangkan waktu untuk menjadi guru mengaji sukarelawan bagi anak-anak di Boise Islamic Center.
Saya membacakan cerita Nabi Daud AS kepada anak-anak setelah mendapatkan buku cerita dari salah satu sukarelawan senior, sister Kiki. Bahasa tubuh dan suara-suara simbolis lebih saya gunakan untuk memudahkan mereka memahami pesan yang hendak disampaikan.
Respon mereka sangat menarik, beberapa duduk dan mendengarkan setiap kata dari mulut saya dengan seksama, sedangkan sebagian anak bergerak kesana kemari sembari memperagakan cerita yang saya sampaikan.
Alhamdulillah, wabah Covid-19 bukanlah sebuah masalah lagi di Boise. Kegiatan Salat Tarawih rutin dilaksanakan pada malam hari di Boise Islamic Center. Namun sayangnya, karena jarak rumah yang cukup jauh kami melaksanakan ibadah hanya dari rumah. Pada akhir pekan nanti, saya dan teman-teman pertukaran pelajar lainnya akan mengikuti buka bersama di Boise Islamic Center.
Pada akhirnya, saya baru benar-benar memahami makna Ramadan pada saat jauh dari nuansa Ramadan itu sendiri. Tidak ada suara azan merdu dari Masjid, tidak ada anak-anak usil yang main petasan di depan rumah, dan tidak ada sup kolak terenak sedunia buatan ibu menemani Ramadanku tahun ini. Kerinduan akan rumah dan kampung halaman menjadi tantangan tersendiri bagiku.
Namun di sisi lain, ada pepatah yang cocok untuk menggambarkan pengalaman Ramadanku di Amerika kali ini, berbunyi “Seperti Bergendang ke Sirukam, perut kenyang emas dapat”, artinya mendapatkan keuntungan tak terduga.
Karena memiliki pengalaman internasional, keluarga dan tempat tinggal baru, teman-teman yang sangat suportif adalah emas bagiku. Sungguh, KL-YES membuat pengalaman Ramadan tahun ini sangat berkesan. Ramadan Mubarak everyone!
BACA JUGA