Dewan Soroti Angka Golput yang Tinggi
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com — Pemungutan Suara Pikada Serentak 2020 telah selesai dilaksanakan. Tahapan Pilkada menyisakan proses penghitungan suara. Namun demikian, kinerja penyelenggara Pemilu perlu disorot. Lantaran, partisipasi pemilih dinilai masih rendah.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Balikpapan Johny Ng. Menurutnya, partisipasi pemilih di Balikpapan masih rendah. Untuk itu ia berharap kedepan perlu dilakukan upaya serius untuk meningkatkan angka partisipasi pemilih.
“Ya memang perlu evaluasi mengapa angka partisipasi pemilih masih rendah. Semoga saja kedepan hal semacam ini bisa meningkat,” ujar Johny Ng kepada awak media, Senin (14/12/2020).
Pencapaian angka partisipasi pemilih Balikpapan pada Pilkada 9 Desember 2020 lalu mencapai 59 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) mencapai 433 ribu. Ia menilai angka golput yang mencapai 41 persen tersebut masih sangat tinggi. Bahkan tidak mencapai target partisipasi pemilih dari KPU.
“Sangat tinggi angka golputnya, bahkan untuk tingkat partisipasi pemilih KPU telah gagal untuk mencapai targetnya, yaitu 77 persen,” tuturnya.
Seperti diketahui sejak awal KPU RI menargetkan partisipasi pemilih mencapai 77,5 persen. Jika dibanding pemilihan presiden pada 2019 bahkan jauh. Karena mencapai 80 persen.
“Terkait dengan partisipasi yang anjlok, itu hampir semua pihak itu paham bahwa, nantinya akan seperti ini yang pertama kita tidak mau mencari legitimasi pembenaran. Tapi memang seluruh dunia, pemilu hampir rata-rata partisipasi jadi korban,” ujar Noor Thoha.
Dia mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya sesuai dengan tahapan pilkada. Melakukan sosialisasi secara all out. Namun ada beberapa fakto yang menyebabkan, jumlah partisipasi anjlok karena hanya sekitar 59 pemilih.
“Terkait apa yang dilakukan KPU Kota Balikpapan itu sebenarnya sudah melakukan apa nyang harus dilakukan. Sosialisasi itu sudah all out. Bahwa banyak faktor-faktor yang menyebabkan partisipasi itu turun, kan tidak singel faktor KPU multik faktor,” akunya.
“Banyak dari kondisi pandemi. Dari kondisi yang sekarang ada calon tunggal, kemudian faktor lain karena ideologi, karena keengganan masyarakat, karena faktor ekonomi, macam-macam. Tapi setidaknya KPU sudah melakukan apa yang harus dilakukan,” tutupnya.
BACA JUGA