Diananta Jalani Sidang Perdana, Puluhan Jurnalis Gelar Aksi Solidaritas

Di Polres Kotabaru, Diananta menyimak dakwaan terhadap dirinya didampingi istri tercinta

BANJARMASIN, Inibalikpapan.com – Sidang perdana kasus yang menimpa mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits Diananta Putera Sumedi alias Nanta digelar Senin (8/6) pukul 12.30 wita di Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Sidang berlangsung secara online sebagai bagian dari protokol pencegahan penularan covid-19, di mana Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan Pengacara berada di PN Kotabaru, sementara terdakwa Nanta di ruang tahanan Polres Kotabaru.

Setelah memastikan kesehatan dan identitas Nanta, Majelis Hakim yang dipimpin Meir Elisabeth Batara Randa SH MH dengan anggota Masmur Kaban SH dan Yunus Tahan D Sipahutar SH mempersilakan Tim JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotabaru membacakan dakwaan yang segera dilakukan Jaksa Muda Erlia Hendrasta.

Jaksa mendakwa berita yang sudah ditulis Nanta di laman kumparan/banjarhits yang berjudul Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel, yang termuat di dalam kink URL https://kumparan.com/banjarhits/tanah-dirampas-jhonlin-dayak-mengadu-ke-polda-kalsel-1sDL0bxLvva  telah menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Sebelumnya, JPU juga menegaskan bahwa PN Kotabaru berwenang mengadili perkara ini meskipun tempat kejadian perkara ada di Banjarmasin atau sekitarnya.

“Sebab mengingat tempat terdakwa ditahan dan kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat Pengadilan Negeri Kota Baru. Ini sesuai Pasal 84 ayat (2) KUHAP,” kata Jaksa Erlia.

Di Polres Kotabaru, Diananta menyimak dakwaan pada dirinya dengan memakai rompi tahanan. Ia ditemani Penasihat Hukum Hafiedz Halim. Ada juga istrinya Wahyu Widianingsih yang jauh-jauh datang dari Banyuwangi khusus untuk mendampingi suaminya itu.

Dalam kesempatan itu juga Penasihat Hukum Bujino A Salan yang hadir langsung di PN Kotabaru meminta kemudahan akses untuk menjenguk Nanta di Polres Kotabaru.

Hakim Meir Elisabeth Randa menunda sidang hingga 15 Juni 2020 dengan agenda eksepsi dari penasihat hukum Diananta.

Sementara itu di luar PN Kotabaru, puluhan jurnalis dari berbagai organisasi kewartawanan melakukan aksi solidaritas menolak kriminalisasi eks Pemimpin Redaksi Banjarhits Diananta Putra Sumedi tersebut.

Mereka membawa spanduk panjang bertuliskan ‘Stop Kriminalisasi Wartawan, Bebaskan Diananta’, dan memajangnya halaman depan PN yang berlokasi di Jalan Raya Stagen, Pulau Laut Utara.

Para jurnalis meminta Majelis Hakim PN Kotabaru, untuk membebaskan Nanta dari segala dakwaan dan membebaskannya dari tahanan karena kasusnya sudah selesai di Dewan Pers. Lagipula Nanta dengan beritanya membela masyarakat adat mempertahankan tanah miliknya dari korporasi.

“Diananta membela masyarakat. Jadi dia bukan seorang pelaku kriminal,” kata Iwan Hardi, salah satu jurnalis asal Kotabaru.

Jurnalis asal Tanah Bumbu (Tanbu), Nanang Rusmani, juga jauh-jauh datang untuk bersolidaritas untuk Nanta. Menurut dia, kasus yang menimpanya murni sengketa jurnalistik.

“Dan dia menulis apa adanya. Sesuai fakta yang ada. Jadi kami bukan melawan hukum, tapi minta keadilan,” ujar Nanang yang juga ketua Forum Komunikasi Wartawan (FKW) Tanbu ini.

KRONOLOGI KASUS

Nanta ditetapkan sebagai tersangka sebab beritanya yang berjudul ‘Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel’.  Konten ini diunggah melalui saluran kumparan/banjarhits.id, pada 9 November 2019 lalu. Banjarhits.id di mana Nanta menjadi pemimpin redaksi adalah mitra Kumparan melalui program 1001 Startup Media.

Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan.

Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.

Pada saat yang sama masalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers. Diananta dan Sukirman datang ke Sekrerariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna proses klarifikasi.

Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang bersiai bahwa redaksi kumparan.com menjadi penanggung jawab atas berita yang dimuat itu. Bukan banjarhits.id yang menjadi mitra kumparan.

Dewan Pers mewajibkan kumparan/banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu dan minta maaf.  PPR diterbitkan Dewan Pers yang terbit 5 Februari 2020.

Dengan demikian, masalah ini selesai. Hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan versi pengadu sudah diberikan. Media, yaitu kumparan/banjarhits sudah pula meminta maaf dan menghapus berita yang dipersoalkan.

Namun PPR Dewan Pers ini tidak dianggap. Penyidikan polisi terus berlanjut dengan surat panggilan kedua dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel, pada tanggal 25 Februari 2020, hingga penahanan Nanta pada 4 Mei 2020.

Polisi menjeratnya dengan Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pada 24 Mei penahanan Nanta dipindahkan ke Kotabaru dan dititipkan di Polres Kotabaru hingga persidangan hari ini 8 Juni 2020.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.