Divonis Penjara 3 Bulan 15 Hari, Diananta : Ini Preseden Buruk Bagi Kebebasan Pers

Diananta menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kotabaru

BANJARMASIN, Inibalikpapan.com – Diananta Putera Sumedi divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru dalam sidang yang digelar Senin (10/08). Mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits.id ini diganjar hukuman penjara 3 bulan 15 hari. 

Majelis Hakim yang dipimpin oleh Meir Elisabeth menilai berita berjudul ‘Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel’ melanggar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Majelis Hakim menganggap karya jurnalistik Diananta dianggap bermuatan SARA karena sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan.

Diananta juga dianggap melanggar kode etik jurnalistik. Selain itu, laman Banjarhits dianggap tidak memiliki badan hukumDiananta pun jelas kecewa atas putusan Majelis Hakim tersebut. Sebab, ia merasa kasusnya sudah berakhir di Dewan Pers.

“Ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers,” ujar Diananta.

Diananta masih mempertimbangkan langkah hukum apa yang akan ia ambil setelah vonis. Apakah akan menempuh banding di Pengadilan Tinggi Kalsel atau menerima putusan hakim. Majelis hakim memberi waktu tujuh hari.

Diananta mengucapkan apresiasi sebesar-besarnya atas solidaritas jurnalis, aktivis, serta segenap pihak yang telah mendukung dari awal kasus. “Kesadaran kolektif dari kawan-kawan membuat semangat saya di situasi sulit seperti ini,” ujarnya.

Diananta sudah dipenjara selama 3 bulan 6 hari atau sehari setelah Hari Kebebasan Pers Internasional 4 Mei 2020.  Vonis bersalah Diananta sangat disayangkan. Melihat fakta persidangan yang bergulir, seharusnya Diananta bebas karena unsur pidana yang didakwakan tidak terpenuhi.

“Putusan ini bukan hanya soal diananta, tapi juga soal kebebasan pers di Indonesia. Dan hari ini akan tercatat sebagai hari kelam bagi kebebasan pers di Indonesia,” jelas Ade Wahyudin dari LBH Pers. 

Melihat vonis Diananta yang hampir sama dengan masa penahanan yang sudah dijalani menunjukkan ada keraguan di benak hakim.

Bujino A Salan, Kuasa Hukum Diananta lainnya mengatakan berdasarkan keterangan ahli pidana dan pers yang sempat dihadirkan dalam persidangan, unsur yang didakwakan tidak bisa terpenuhi karena Diananta adalah seorang jurnalis.

“Seorang jurnalis mempunyai hak dan legal standing. Untuk itu profesi ini diakui oleh Dewan Pers,” jelasnya.

Sampai hari ini, sebanyak 34.214 orang telah menandatangani petisi online Bebaskan Nanta #StopPidanakanJurnalis yang dirilis sejak 29 Mei 2020 di https://change.org/bebaskannanta.

Para pemetisi ini menyerukan agar jurnalis Diananta dibebaskan dari tuntutan pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 ayat 2 UU ITE.  Diananta tidak layak dihukum karena berita berjudul “Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel” yang dimuat Banjarhits dan Kumparan telah selesai di Dewan Pers.

Sebagai jurnalis, kerja-kerja Diananta Sumedi dilindungi UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang juga telah mengatur mekanisme sengketa pemberitaan ditangani oleh Dewan Pers.

Menjerat Diananta dengan UU ITE sama halnya dengan membungkam kemerdekaan pers di Indonesia dan merampas hak publik untuk memperoleh informasi.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.