Gibran Terancam Batal Ikut Pilpres, Begini Penjelasan Pengamat Hukum Tata Negara M Fauzan

Pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat bersiap jalani tes kesehatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023). (Suara.com/Dea)

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Putra sulung Presiden Joko Widodo terancam batal ikut pemilihan presiden (pilpres) 2024.  Namun hal itu bergantung dari hasil putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang kini tengah menggelar sidang gugatan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.

Pelanggaran kode etik tersebut terkait putusan Mahkamah Konstitusi menyoal perkara gugatan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres)

Dimana, hingga Kamis (2/11/2023) hari ini, MKMK masih akan memeriksa tiga orang hakim konstitusi. Di mana sebelumnya sudah ada enam hakim lain yang telah menjalani pemeriksaan.

Enam hakim yang sudah diperiksa itu adalah Ketua MK Anwar Usman, Manahan Sitompul, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Suhartoyo.

Sementara, tiga hakim yang diperiksa MKMK hari ini adalah Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Foekh, dan Guntur Hamzah. Untuk hakim Wahiduddin, ia akan diperiksa secara khusus. Mengingat, ia juga satu dari tiga anggota MKMK.

Pengamat Hukum Tata Negara M Fauzan menyebutkan, , bila merujuk pada hukum tata negara positif, sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945, keputusan MK langsung berlaku dan tidak ada upaya hukum.

Dekan Fakultas Hukum Unsoed itu menuturkan, terkait laporan pelanggaran kode etik, maka sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang MKMK hanya ada sanksi teguran lisan, tertulis dan pemberhentian sebagai hakim konstitusi

Menurutnya, MKMK memang hanya memeriksa dan memutus terkait dengan pelanggaran kode etik. Dimana tupoksi MKMK adalah menjaga keluhuran dan martabat hakim MK,

Karena itu jika putusan MKMK ternyata para hakim terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam perspektif moral, putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral.

“Jika ini yang menjadi pertimbangan, bisa saja MKMK ada kemungkinan keluar dari pakem hukum tata negara positif, dan menyatakan bahwa putusan yang diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik putusannya tidak mengikat,” ujarnya dilansir dari suara.com jaringan inibalikpapan.

“Jika ini yang terjadi, maka akan ada dinamika hukum ketatanegaraan kita, dan pasti ini menimbulkan diskursus juga,”

Kata Fauzan, perlu ada kajian kembali mengenai keputusan MK yang final dan mengikat. “Ke depan menurut saya jika ternyata putusan MK dijatuhkan oleh hakim yang terbukti melanggar kode etik, maka kekuatan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dapat dibatalkan,” kata Fauzan.

Kemudian untuk pembatalan putusan MK itu, menurut Fauzan ada dua cara. Pertama, oleh MK sendiri atas perintah MKMK. Kedua, oleh MKMK yang memeriksa dan memutus laporan adanya pelanggaran kode etik.

Sebelumnya, Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie mengatakan, akan diputuskan pada 7 November 2023. Jadwal itu jelang sehari penyerahan capres-cawapres pengganti di KPU yakni dijadwalkan pada 26 Oktober hingga 8 November 2023.

Diketahui, MK mengabulkan gugatan soal syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden. MK menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu.

Putusan itu tentu menjadi ‘karpet merah’ bagi Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar Usman yang belum berusia 40 tahun untuk maju di Pilpres 2024.

Gibran yang merupakan Wali Kota Solo itu telah resmi mendaftarkan diri sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.