GMNI Kaltim Sebut Banjir di Kutim Dampak dari Kerusakan Lingkungan

Kondisi banjir yang menggenangi Kabupaten Kutim beberapa waktu lalu

SANGATTA, Inibalikpapan.com – Banjir bandang selama empat hari berturut-turut melanda dua Kecamatan di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), yaitu Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan.

Hal itu kemudian mendapatkan perhatian dari DPD Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kaltim. Pasalnya, akibat kejadian tersebut ribuan warga menjadi korban dampak dari banjir ini. bahkan, banjir ini dikabarkan telah menelan 1 korban jiwa.

Kabid Politik, Media & Propaganda DPD GMNI Kaltim, Alimantan menilai,  banjir di Kutim  bukan hanya dikarenakan curah hujan yang tinggi. Namun faktor kerusakan lingkungan menjadi penyebab utamanya.

Dia pun mendesak agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim segera menyelidiki adanya pelanggaran lingkungan yang terjadi di sana.

“Banjir merupakan masalah yang kompleks dan erat kaitannya dengan lingkungan. Banjir yang merendam Kecamatan Sangatta Utara, dan Sangatta Selatan di Kabupaten Kutai Timur saat ini bukan saja akibat luapan air dari Sungai Sangatta, curah hujan yang tinggi, atau terjadinya kedangkalan pada sungai,” ujarnya Kamis (24/3/2022).

“Ini semua akibat kerusakan lingkungan, sehingga menyebabkan menurunnya daya tanah untuk meresap air yang mana alih fungsi hutan menjadi industri dan perlu diketahui bahwa Kabupaten Kutai Timur merupakan salah satu lahan tambang terbesar di Kaltim,”

Tak hanya itu dia juga menilai, industri pertambangan menjadi faktor penyumbang utama kerusakan lingkungan yang terjadi di Kutim saat ini.

Karena mencermati kondisi bencana banjir yang terjadi di Kutim kurang lebih dari 25 ribu warga di dua kecamatan itu terdampak dan harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.

 Serta, ini merupakan banjir terparah selama kurun waktu 20 tahun terakhir dan ini merupakan dampak dari pembukaan kawasan hutan yang begitu masif untuk area pertambangan skala besar di wilayah hulu Sungai Sangatta.

Dan perlu diketahui pembongkaran hutan dan perbukitan oleh perusahaan tambang di Kutim membuat Sungai Sangatta dan Sungai Bengalon mengalami penyempitan dan pendangkalan secara ekstrim.

“Bahkan air sungai yang  biasa digunakan untuk sehari-hari,  sudah tidak layak dipakai untuk memasak dan konsumsi sehari-hari. Mengingat hutan-hutan di wilayah hulu Sungai Sangatta telah dibabat habis oleh perusahaan tambang,” Sambungnya.

Dirinya menambahkan bahwa pemerintah menjadi elemen penting dalam menjaga kelestarian alam. Pemerintah seharusnya memberikan sanksi yang tegas bagi perusahaan-perusahaan yang berada di daerah terdampak tersebut.

Terlebih lagi kepada perusahaan yang tidak memperhatikan lingkungan dan juga seharusnya lebih menggiatkan lagi program normalisasi sungai yang ada di dua Kecamatan tersebut.

Tak kalah penting, pemerintah juga diminta untuk memperhatikan lagi kesejahteraan masyarakat sehingga tidak ada lagi rakyat yang termarjinalkan. “Kemudian CSR dari perusahaan yang harus jelas peruntukannya,” ujarnya

Hal senada diungkapkan oleh Meikel Arruan selaku Sekbid Politik, Media & Propaganda DPD GMNI Kaltim. Ia meminta kepada Pemkab Kutim untuk segera menyelidiki adanya dugaan pelanggaran lingkungan yang terjadi di Kutim yang menyebabkan banjir bandang.

“Pemkab Kutim menjadi yang paling bertanggung jawab dalam bencana yang sedang melanda Kec. Sangatta Utara dan Sangatta Selatan di Kutai Timur,” ujarnya.

“Mereka gagal dalam mitigasi bencana dan memastikan daya dukung ekosistem. belum lagi maraknya industri pertambangan di Kutim yang kemungkinan besar menjadi faktor utama dalam rusaknya lingkungan di Kutim,”

Oleh karena itu, dirinya meminta Pemerintah  harus segera menyelidiki jika saja terjadi pelanggaran lingkungan dan harus ada ditindak tegas.

“Pemerintah setempat harus ketat dalam hal pengawasan khususnya dalam hal pengawasan lingkungan,” jelasnya.

Dirinya menambahkan, seharusnya semua dan khususnya pemerintah mampu mengurangi dampak bencana. Ketika berbicara bencana alam, tentunya ada dua variabel di dalamnya. Variabel yang pertama yaitu variabel yang tidak dapat dikendalikan, contohnya seperti hujan, dan lain sebagainya.

Variabel yang kedua adalah variabel yang dapat dikendalikan, contohnya adalah adanya campur tangan manusia dan ini adalah variabel terpenting, karena kita dapat mengurangi dampak bencana alam dengan kesadaran kita sendiri dalam menjaga kelestarian lingkungan.

“Dan Pemerintah yang mempunyai peran penting untuk menjaga lingkungan melalui setiap kebijakannya. Dan peran masyarakat adalah mengawasi setiap kebijakan pemerintah tersebut,” pungkasnya. (leko)

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.