Top Header Ad

Hapus Kuota Impor Berisiko, Bisa Ancam Ketahanan Pangan Nasional

Petani saat panen bawang merah (foto : beritadaerah)
Petani saat panen bawang merah (foto : beritadaerah)

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam merealisasikan wacana penghapusan kuota impor komoditas strategis seperti yang digagas Presiden  Prabowo Subianto.

Menurutnya, kebijakan tersebut berisiko tinggi terhadap nasib petani, nelayan, dan peternak, serta berpotensi besar mengganggu ketahanan pangan nasional.

“Kita tentu mendukung reformasi kebijakan yang transparan dan adil, tetapi menghapus kuota impor tanpa sistem pengendalian yang kuat sangat berbahaya. Jangan sampai niat membuka akses pasar malah menjadi pintu masuk banjir produk asing dan mematikan produksi rakyat,” tegas Daniel Johan dilansir dari laman DPR

Kuota Impor Dinilai Masih Dibutuhkan Sebagai Alat Kontrol Negara

Daniel menjelaskan bahwa selama ini kuota impor berfungsi sebagai mekanisme kontrol negara untuk melindungi sektor pangan domestik. Ia menilai yang perlu diperbaiki adalah tata kelola dan transparansi kuota, bukan menghapusnya secara total. Sistem neraca komoditas juga harus dijalankan secara terbuka, akuntabel, dan berbasis data real-time mengenai produksi serta konsumsi nasional.

Politisi Fraksi PKB ini juga mengakui banyak celah dalam sistem kuota yang selama ini membuka ruang bagi praktik rente, monopoli, dan kartel impor, yang justru merugikan petani dan konsumen.

“Kebijakan kuota selama ini kerap digunakan secara diskriminatif. Terbukti menjadi lahan subur praktik jual beli kuota yang pada akhirnya merugikan petani lokal dan memperburuk distribusi pangan,” jelasnya.

Ombudsman: Kuota Impor Rawan Disalahgunakan

Merujuk temuan Ombudsman, Daniel menambahkan bahwa kuota impor kerap disalahgunakan dan diperjualbelikan secara ilegal. Bahkan, pada tahun lalu, jutaan ton beras masuk ke Indonesia melebihi kuota yang ditetapkan, bertepatan dengan masa panen raya. Hal ini membuat petani lokal semakin tertekan.

BACA JUGA :

Selain itu, kuota impor disebut sebagai bentuk diskriminasi terhadap negara pemasok tertentu, dan pada akhirnya konsumen harus menanggung mahalnya harga pangan akibat sistem distribusi yang tidak adil.

Dorongan Peralihan dari Kuota ke Tarif Impor

Daniel mendorong pemerintah untuk beralih dari sistem kuota ke mekanisme tarif impor, yang dinilai lebih transparan dan adil. Ia menyebut, untuk komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri seperti bawang putih dan bawang bombai, tarif 0 persen tidak akan merugikan karena tidak ada pesaing lokal.

“Salah sistem bisa berakibat fatal terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Kebijakan impor harus mempertimbangkan neraca perdagangan dan potensi substitusi produk dalam negeri,” ujarnya.

Namun begitu, ia menegaskan bahwa perlindungan terhadap petani lokal tetap harus menjadi prioritas utama, antara lain melalui subsidi langsung agar produk lokal tetap kompetitif di tengah persaingan dengan barang impor.

“Penerapan tarif bukan berarti membuka kran impor seluas-luasnya. Harus tetap selektif dan mempertimbangkan kedaulatan pangan, keseimbangan neraca perdagangan, serta kerja sama bilateral yang saling menguntungkan,” tegas Daniel.

Komisi IV DPR: Reformasi Jangan Lukai Petani

Daniel menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa Komisi IV DPR RI akan terus mengawasi proses reformasi kebijakan pangan agar tetap berpijak pada nilai-nilai kedaulatan pangan, keadilan sosial, dan perlindungan petani serta pelaku usaha lokal.

“Jangan sampai reformasi justru menyisakan luka baru bagi petani dan pelaku usaha pangan nasional. Negara tidak boleh menggadaikan ketahanan pangan demi kepentingan segelintir pelaku impor,” tutupnya.

Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyampaikan rencana penghapusan kuota impor dan peraturan teknis (pertek) dalam acara Sarasehan Ekonomi Nasional, dengan alasan membuka ruang pasar dan menghapus ketidakadilan yang menghambat pengusaha. Prabowo bahkan menyebut pertek hanya boleh diterbitkan dengan persetujuan Presiden.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses