Harga Sawit Anjlok, Kadis Perkebunan Kaltim : Saya Terus Terang Puyeng
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang anjlok dalam dua bulan terakhir hingga menyentuh Rp 600 per kg di Kaltim merugikan petani.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, petani rugi karena harga saat ini tak mencukupi untuk biaya produksi. Mulai dari panen, pengangkutan dan lainnya.
“Harga Rp 800 TBS per kg tidk bisa menutupi biaya produksi, rugi,” ujarnya kepada awak media.
Dia khawatir jika harga tidak kembali normal seperti sebelumnya yang sempat menyentuh Rp 3,3 juta per ton akan sangat berdampak pada pendapatan petani. Dia pun ikut pusing.
“Jika harga tidak kembali normal, kalau dua bulan harga gak berubah bisa hancur? Iya itu yang jadi kekhawatriran saya terus terang puyeng,” ujarnya
Menurutnya, saat ini nilai tukar petani (NTP) Kaltim yang menjadi indikator kesejahteraan petani juga turun menjadi 152. Sebelumnya 186 saat harga sawit masih normal.
“Pada saat harga 3,3 juta per ton NTP Kaltim itu 186, (NTP indikator kesejahteraan petani bulan ;lalu sudah 152. Tiap bulan kan dikeluarkan,” ujarnya
Kata dia, pembangunan perkebunan berkelanjutan dilihat dari sisi ekonomi. Maka untukkesejahteraan petani atau masyarakat dilihat dari harga komoditas yang tercapai atau normal.
“Kalau harga rendah, ya artinya kalau tujuan kita untuk mensejahterahkan masyarakat melalui harga komoditas yang baik itu kan gak tercapai. Itu yang menjadi kegalauan saya saat ini,” ujarnya
Dia menjelaskan, harga komoditas perkebunan selama ini selalu bergantung pada pasar. Sehingga ketika ada intervensi akan menganggu ekosistem dan terjadi gangguan keseimbangan
Seperti diketahui, sejak pemerintah melarang ekspor CPO kemudian harga sawit anjlok. Sehingga kemudian untuk kembali normal seperti sebelumnya, butuh proses yang lama .
“Itu terus terang ada banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, dari dulu harga komoditas perkebunan itu selalu bebas dipengaruhi pasar,” ujarnya
“Begitu ada intervensi, gangguan ekosisterm, gangguan keseimbangannya itu makin parah dan akibatnya pada proses recovery nya agak lama,”
Dia menyebut, meski larangan ekspor telah dicabut tak serta merta mengembalikan harga sawit. Karena di pasar dunia internasional haerga sawit juga bergelak naik turun,
“Itu sebabnya setelah larangan ekspor dicabut kembali harganya gak makin baik, disamping ada kebijakkan ditingkat lokal Pemerintah Indonesdia, teryata di dunia internasional sawit itu terus bergejolak harganya terus turun naik,” ujarnya.
BACA JUGA