Hasil Survei, Sekitar 22 Persen Jurnalis di Malang Raya Alami Kekerasan Berbasis Gender
MALANG, Inibalikpapan.com – Angka kekerasan berbasis gender terhadap jurnalis di Malang Raya cukup tinggi. Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang.
Survei itu dilakukan sejak tanggal 21 Maret hingga 15 Mei 2022. Ada sebanyak 40 orang responden yang mengisi survei tersebut
Ketua AJI Malang, Mohamad Zainuddin memaparkan, dari hasil survei tersebut diketahui sekitar 31,6 persen responden adalah perempuan, dan 68,4 persen adalah laki-laki.
“Mereka terdiri atas reporter, editor dan kepala biro. Para responden memiliki latar belakang pendidikan beragam, mulai dari lulusan SMA/SMK hingga S2,” ujar Zainuddin di Universitas Widyagama Malang, Sabtu (28/5/2022).
Hasil survei itu menunjukkan, sekitar 77,5 persen responden menjawab tidak pernah mengalami kekerasan seksual berbasis gender. Sekitar 22,5% mengalami kekerasan berbasis gender.
Hampir seluruh responden perempuan mengaku pernah mengalami kekerasan seksual berbasis gender.
“Jumlah responden perempuan sedikit, tapi dari data ini dapat diketahui, mayoritas dari mereka memiliki pengalaman kekerasan seksual,” ungkap Zainuddin.
Zainuddin menyebut, di Malang Raya, ada 13 media berstatus terverifikasi administrasi dan faktual oleh Dewan Pers. Media-media itu terdiri atas media cetak dan online. Media online tumbuh paling pesat di Malang Raya.
“Kondisi itu tidak sebanding dengan jumlah jurnalis perempuan, sehingga jurnalis perempuan menjadi kelompok marginal, baik dari segi jumlah, kompetensi, jabatan dan kerentanan dalam keamanan,” paparnya.
Mayoritas responden bekerja antara satu hingga lima tahun. Jumlahnya 59 persen Responden yang bekerja antara enam hingga sepuluh tahun sebanyak 20,5 persen.
Sedangkan jurnalis yang yang bekerja kurang dari setahun sebanyak 10,3 persen, pun yang bekerja lebih dari sepuluh tahun, jumlahnya 10,3 persen.
Mayoritas penyintas menjawab mengalami kekerasan seksual sekali, persentasenya 33,3 persen. Lalu 22,2 persen menjawab mengalami kekerasan seksual sebanyak tiga kali.
Sedangkan yang menjawab mengalami kekerasan seksual sebanyak dua kali dan lebih dari tiga kali ada 11,1 persen. “Yang menjawab tidak ingat dan sering mengalami kekerasan seksual juga 11,1 persen,” imbuh Zainuddin.
Berdasarkan hasil survei itu, juga diketahui bahwa narasumber menjadi yang paling dominan sebagai pelaku kekerasan seksual. Angkanya mencapai 22,2persen. Sedangkan 11,1 persen pelaku kekerasan seksual adalah teman satu profesi, teman sekantor dan orang lain.
55,6 persen responden memilih diam saja saat mengalami kekerasan seksual. Persentase yang menjawab melakukan perlawanan ketika mendapat kekerasan seksual sebanyak 33,3 persen. Ada 11,1 persen responden yang menjawab tidak menanggapi.
“Mayoritas para responden ini memilih untuk melaporkan pengalaman buruk mereka ke organisasi profesi. Ini menjadi tanda, bahwa organisasi profesi juga harus bisa memberikan layanan atau SOP ketika anggotanya mengalami kekerasan seksual,” katanya.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa jurnalis perempuan paling rentan mendapat kekerasan seksual. Bahkan kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan bisa terjadi ketika masa kerjanya masih di bawah setahun.
AJI Malang mengeluarkan rekomendasi yakni agar perusahaan media perlu memiliki SOP penanganan kasus kekerasan seksual. Perusahaan media harus menjadi pihak pertama yang melindungi pekerjanya.
Sangat penting juga bagi perusahaan memberikan edukasi tentang perspektif gender kepada pekerjaannya untuk menciptakan tempat kerja dan produk berita yang ramah gender.
Selain perusahaan media, organisasi profesi juga harus memiliki SOP penanganan kasus kekerasan seksual. Jurnalis diharapkan bergabung ke organisasi profesi sehingga memiliki perlindungan dan dukungan.
Kemudian, perlu adanya edukasi tentang kekerasan seksual, baik kepada jurnalis, pemangku kebijakan dan masyarakat luas.
Pasalnya, banyak kasus kekerasan seksual terhadap jurnalis dilakukan oleh narasumber. Sehingga hal ini diharapkan bisa diantisipasi sejak awal oleh jurnalis, terutama jurnalis perempuan.
BACA JUGA