Hoax Selama Pandemi Covid-19 Jadi Ancaman Serius
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, AJI Kota Balikpapan, dan Google News Initiative menggelar Webiner yang mengangkat tema Peran Media Menangkal Misinformasi & Disinformasi Covid-19”, Selasa (6/4/2021).
Tiga narasumber dihadirkan dalam webinar tersebut, yakni Sutadi Sanyoto, Kepala Diskominfo Kota Balikpapan, Ika Ningtyas dari AJI Indonesia, dan Septiaji Eko Nugroho, Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo). Acara dipandu Adi Prasetya dari AJI Balikpapan.
Kegiatan tersebut, digelar sebagai bentuk keprihatinan akan maraknya informasi berlebihan tentang Covid-19. Sementara berbagai kalangan berupaya meluruskan dengan menyajikan informasi yang benar dan jelas, dan rutin.
Namun ini bukan perkara mudah mengingat literasi sebagian masyarakat masih rendah, dan lebih memberi ruang pada informasi yang lebih cepat sampai ke ponselnya meski tidak kredibel.
Sutadi mengutarakan, Pemkot Balikpapan telah melakukan segenap cara yang bisa dilakukan untuk menghadang penyebaran virus. “Kami tidak bisa mengkover semua, sehingga kami jelas memerlukan dukungan media dan komunitas masyarakat,” katanya.
Pelayanan publik yang dijalankan Pemerintah Daerah, memerlukan pemantauan independen, sehingga diketahui kondisi riil lapangan. Apa gejolak masyarakat. Media berperan sebagai jembatan komunikasi dengan pemerintah daerah.
“Kesimpangsiuran informasi, sudah kita atasi dengan penerapan satu sumber informasi. Jadi hanya satu orang yang jadi juru bicara terkait penanganan Covid-19 di Balikpapan. Informasi sampai ke masyarakat, utamanya lewat media. Kami terbantu dengan media yang intens memberitakan,” kata Sutadi.
Saat ini Pemkot Balikpapan gencar melakukan vaksinasi. Sampai di tahap ini sebenarnya adalah yang sangat dinanti setelah sekitar setahun berkutat dengan pandemi. Namun tantangan tetap ada. Sejumlah warga menolak divaksin dengan berbagai alasan, bahkan ada yang secara terang-terangan mendatangi wali kota.
Sutadi melihat, ada informasi salah yang diyakini sejumlah warga. Muaranya kembali pada kurangnya edukasi. Karena itu, ia berharap banyak pihak membantu edukasi tentang covid. “Media, selain mengedukasi, juga bisa memberi pencerahan,” ucapnya.
Badan kesehatan dunia (WHO) telah menyatakan, tantangan yang dihadapi saat ini adalah hoaks mengenai pandemic Covid. Infodemi, istilahnya, yang merupakan informasi berlebihan soal Covid, dan sama berbahayanya dengan Covid itu sendiri. Adapun Kominfo menemukan 1.341 hoaks dengan sebaran hingga 2.135 sepanjang tahun 2020.
Ika Ningtyas menyebut, saat ini media menghadapi tsunami informasi. Di awal pandemic merebak, banyak jurnalis dan media yang gagap menulis atau memberitakan. Bagaimana pun, Covid adalah hal yang benar-benar baru. Sangat terkait sains. Seiring waktu, jurnalis dan media bisa mengatasi kegagapan itu.
“Pandemi membuat kami harus belajar dan banyak belajar. Bahkan sampai sekarang. AJI membuat panduan untuk peliputan, yang bisa menjadi pegangan. Saat ini AJi juga sedang menyusun buku sebagai panduan menghadapi infodemi,” kata Ika.
Media seperti berlomba dengan dengan medsos dan lainnya dalam menyajikan informasi. Tiga teratas yang banyak dipakai adalah youtube, whatsapp (WA), dan facebook. “Informasi via WA paling susah terpantau dan terbongkar karena paling mudah di-share,” ujarnya.
Sementara sumber yang paling dipercaya masyarakat, di paling atas adalah televisi. Berikutnya medsos, lalu berita online. Jurnalis harus terus infodemi untuk menyajikan berita/informasi yang clear, jelas dan berguna..
“Jurnalis, antara lain mesti disiplin verifikasi dan meningkatkan skill. Sekarang sedang tahap vaksinasi. Kita harus bisa menulis tentang itu, harus tahu informasi apa yang diperlukan masyarakat. Hati-hati dengan foto yang dipakai. Dan ini yang penting, mulailah dengan empati,” kata Ika.
Sedangkan Eko mengawali dengan kenyataan bahwa Indonesia di peringkat kelima yang masyaraknya menyebarkan hoaks, stigma, sampai teori konspirasi terkait Covid. Dampaknya, ada saja orang yang percaya.
“Sampai sekarang, masih banyak yang percaya kalau rumah sakit dan tenaga kesehatan berperan dalam praktik bisnis. Ada rumah sakit yang meng-Covid-kan pasien. Kita masih denger itu. Makanya masih terjadi intimidasi, misalnya terhadap tenaga kesehatan atau nakes,” katanya.
Bahkan, lanjutnya, masih ada yang berpendapat kalau thermogun pengukur suhu tubuh yang diarahkan ke dahi, bisa menyebabkan kanker. Padahal sudah banyak pihak meluruskan informasi salah itu.
“Tapi kemarin, masuk mal, tetap juga thermogun (diarahkan) ke tangan oleh sekuriti. Ingin sekali saya memberi penjelasan tentang kesalahan informasi, kalau mengarahkan ke dahi, tidak berdampak kesehatan,” kata Eko.
Tidak semua paham Covid dan hal terkait. Menurut Eko, informasi mesti benar dan jelas agar semua lapisan masyarakat mengerti. “Selain di medsos dan posting di jagad maya, penting juga ‘perang darat’. Informasi semestinya juga ditempel di banyak tempat, misal balai desa, puskesmas,” kata Eko.
Pendapat senada disampaikan Ketua AJI Balikpapan Teddy Rumengan. Jurnalis berkewajiban menyajikan informasi seputar Covid yang benar, jelas, berimbang, mudah diakses masyarakat, juga dicerna, dan cepat untuk mengimbangi kecepatan medsos.
Tentang acara webinar ini, Teddy merespons baik. “Semua pihak, pemerintah daerah, media, jurnalis, kelompok masyarakat, dan lembaga yang peduli, memang mesti bekerja sama. Semua saling memerlukan,” katanya.
BACA JUGA