Jalan Berliku Menuju Perkampungan Eks Gafatar Samboja
“Ini jalan terdekat kemari dari batas rumah warga diatas dengan kawasan mereka (eks Gafatar). Ada jalan lain tapi jauh sekali memutarnya tapi tetap lewat sungai,” tutur seorang warga lain ditemui sebelum masuk ke pemukiman warga eks Gafatar.
Di dalam lingkungan warga yang memang berasal dari Sulawesi ini, tidak tampak adanya atribut ormas Gafatar. Hanya tampak jejeran rumah papan ukuran besar sebanyak delapan unit. Selain itu terdapat pula dibagian belakang rumah-rumah besar lainya.
“Ada 15 unit, satu unit belum jadi. Kalau rumah besar itu berisi 4-5 kepala keluarga,” kata Edwar yang menyambut kami dengan baik dan terbuka.
Diareal seluas dua hektar itu, terdapat pula jalan kampung yang berupa tanah gambut, terdapat WC umum, Dapur umur, dua tandon besar penyimpan air bersih. Dan satu alat solar cell.
Edwar mengakui menempati areal pertanian sekitar 6 bulan lalu.dan selama ini warga sekitar sangat menerima kehadirannya. Bahkan beberapa pemilik lahan mempersilahkannya untuk mengelola lahan tidur menjadi lahan produktif.
“Kami sudah membeli lahan 2 hektare senilai Rp80juta ada surat-suratnya. Awalnya kami tinggal ada saudara yang memberitahukan ada lahan kosong bisa untuk pertanian. Dari situ kami datang dan ternyata bagus hasil pertanian disini,” ceritanya.
Bahkan seorang warga eks Gafatar ikut menimpali hasil panen pertanian singkong. “Kalau warga disana tinggal dari tahun 72 tanam singkong nggak bagus hasilnya. Kita sini baru 4 bulan sudah bisa.Kalau singkong disini empuk dan manis. dibawa saja pulang untuk dicoba,” timpalnya yang dibenarkan Bakri dan Edwar.
Edwar bahkan meminta kebijakan pemerintah untuk memberikan kesempatan bagi warga dan anggota kelompok tani berdiam selama setahun. “Kalau kami diberikan waktu setahun untuk membuktikan kalau kami bisa berhasil dengan pertanian disini. Kalau gagal boleh silakan pulangkan kami,” tandasnya.
“Kami diberitahu seperti itu. Ya bagaimana lagi kalau memang itu kebijakan pemerintah,” lirihnya.
Diapun berharap kelompok taninya mendapat ganti rugi Rp1,3 miliar dari seluruh pembelian tanah, pembangunan rumah dan infrastruktur pendukung. “Itu jumlah yang seluruhnya sudah kita keluarkan. Kita tunggu saja soal itu,” tandasnya.
Warga eks Gafatar ini katanya mayoritas berlatar belakang petani di kampungnya sebagian kecil pertukangan dan profesi lain. Namun dengan komitmen untuk ketahanan pangan, mereka yang datang ke lokasi baru wajib menjadi petani. Sampai saat ini katanya hasil tani masih dimanfaatkan sendiri.
“Hasil disini memang baru dipakai sendiri belum dibawa keluar.karena kami baru bertani sekitar 3 bulanan. Waktu lainya saat pertama kita bangun rumah buka arela dan bangun pendukung,” tambahnya.(andi)
BACA JUGA