JPU Beberkan Kronologi Pemberian Suap Rp40 Miliar Korupsi BTS 4G Kominfo
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Mantan Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi menjalani sidang perdana dengan agenda dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Dalam sidang perdananya itu, mantan anggota DPR itu didakwa menerima suap senilai Rp40 miliar dalam kasus proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G BAKTI Kementerian Informasi dan Informatika (Kominfo).
Dalam kesempatan itu, jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan, uang suap itu diberikan supaya proyek pembangunan BTS BAKTI Kementeran Kominfo mendapatkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.
“Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” ujar JPU, dilansir dari suara.com jaringan inibalikpapan
“Yaitu berupa uang tunai sebesar USD 2.640.000 atau sebesar Rp40 miliar dari Windi Purnama dengan sumber uang dari Irwan Hermawan atas perintah Anang Achmad Latif, untuk diserahkan kepada terdakwa Achsanul Qosasi,”
“Dengan maksud supaya terdakwa Achsanul Qosasi membantu pemeriksaan Pekerjaan BTS 4G 2021 yang dilaksanakan oleh BAKTI Kominfo supaya mendapatkan hasil WTP dan tidak menemukan kerugian negara dalam pelaksaan proyek BTS 4G 2021,”
Dalam sidang itu terungkap transaski pemberian uang tersebut menggunakan kode ‘Garuda.’ Hal itu berawal saat terpidana Anang Achmad Latif dipanggil oleh Qosasi di kantor BPK, Slipi, Jakarta Barat pada Juli 2022 silam.
“Terdakwa Achsanul Qosasi mengatakan kepada Anang Achmad Latif, ‘Sudah baca draf laporan hasil pemeriksaan yang disiapkan oleh tim?. Kemudian Anang Achmad Latif menjawab “sudah pak, sangat memberatkan, saya sudah membaca Draf LHP terhadap Laporan Keuangan Tahun 2021,” ujar JPU membeberkan.
“Dan LHP PDTT 2021 dan keduanya memberatkan (dalam hal banyak temuannya). Dan terdakwa Achsanul Qosasi menyampaikan ‘akan ada PDTT (pemeriksaan dengan tujuan tertentu) lanjutan terhadap BTS,’ mendengar itu Anang Achmad Latif hanya terdiam,”
Usai menyampaikan hal tersebut, Qosasi kemudian meminta agar Anang menyiapkan uang pelicin sebesar Rp40 miliar. “Sambil menyodorkan kertas yang berisikan tulisan nama penerima dan nomor telepon, terdakwa Achsanul Qosasi mengatakan, ini nama dan nomor telepon penerimanya dan kodenya ‘Garuda,” kata Jaksa.
Selanjutnya pada 19 Juli, Qosasi memerintahkan orang kepercayaanya bernama Sadiki Rusli untuk bertemu seseorang di Hotel Grand Hyatt Jakarta dan menyampaikan kode tersebut. Belakangan diketahui orang yang mengantarka uang tersebut adalah Windy Purnama (sudah jadi terdakwa dalam kasus ini).
“Sadikin Rusli turun ke lantai lima di kafe yang ada kolam renangnya. Sadikin Rusli duduk memesan minuman kemudian tidak lama di sapa seseorang, setelah dekat, Windi Purnama mengatakan ‘Garuda’, Sadikin pun menjawab Garuda,” kata jaksa.
Singkatnya, Windi menyerahkan koper ke Sadikin di dalamnya berisi uang Rp 40 miliar dalam pecahan dolar Amerika Serikat. Uang itu diserahkan Windi ke Rusli di basemen P1 Grand Hyatt, Jakarta. Lalu berselang beberapa Qosasi datang untuk mengambil koper berisi uang dari Sadikin.
Atas hal itu, jaksa menjerat Qosasi dengan Pasal 12 B, Pasal 12 E, atau Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
BACA JUGA