Kelas BPJS Kesehatan Mau Dihapus, Ini Tanggapan Kepala DKK Balikpapan

BPJS Kesehatan saat menyampaikan JK-KIS gratis

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com — Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan mengkonfirmasi langsung pihak BPJS Kesehatan Kota Balikpapan terkait adanya pemberitaan di media terkait penghapusan kelas-kelas pada BPJS Kesehatan.

“Ya saya dapat informasinya begitu, tadi malam langsung kami cek dan hubungi Kepala BPJS Kota Balikpapan, katanya di internal BPJS malah belum ada pembahasan itu,” ujar Kepala DKK Balikpapan Andi Sri Juliarty kepada Inibalikpapan.com, Minggu (26/9/2021).

Dio sapaan Andi Sri Juliarty menambahkan, dari pihak BPJS malah menurut mereka ada pemikiran seperti sejak dua tahun lalu tapi belum direalisasikan.

“Saya tanya kan ke BPJS Kesehatan, karena ini berpengaruh ke Perwali kita yang menanggung iuran kelas 3 bagi pekerja bukan penerima upah, kalau memang berlaku langsung kita payungi untuk dasar hukumnya,” tutur Dio.

Diketahui Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) berencana untuk melakukan penghapusan kelas peserta BPJS Kesehatan pada tahun 2022 mendatang. Rencananya proses penghapusan kelas peserta BPJS ini akan dilakukan secara bertahap.
Rencana terkait penghapusan kelas peserta BPJS Kesehatan sebenarnya akan dilakukan pada awal 2021. Namun implementasinya mundur dari rencana awal.

Anggota Dewan DJSN Muttaqien dalam paparannya menyebutkan bahwa dalam transisi kelas rawat inap (KRI) JKN pada tahap pertama, konsep kelas standar hanya akan ada kelas standar A dan kelas standar B

Hal ini tentu berbeda dengan kondisi sekarang yang menetapkan kelas 1, kelas 2, kelas 3. Rencananya, penerapan kelas standar hanya akan dibagi ke dalam dua kelas A dan B, Kelas A yakni kelas untuk peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) dan Kelas B yang diperuntukkan bagi peserta Non-PBI JKN.

“Apabila transisi ini berhasil maka kita dapat mencapai kondisi ideal, yakni hanya satu kelas tunggal yang bernama Kelas Rawat inap JKN. Ini semua merupakan proses menuju amanah Undang-undang SJSN,” jelas Muttaqien.

Kriteria yang disusun bukanlah kriteria baru melainkan diambil dari kebijakan yang ada di Kementerian Kesehatan, yakni berupa Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit-Ruang Rawat Inap, Permenkes No. 24 Tahun 2016 tentang persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit, berdasarkan draft konsep kelas standar Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, serta masukan dari PERSI dan ARSADA dalam rapat penyusunan kriteria Kelas Standar JKN.

Konsep kelas standar nantinya hanya akan terdapat dua kelas kepesertaan program, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI. Segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI.

Berdasarkan kelas PBI dan Non PBI itu, ketentuan luas kamar dan jumlah tempat tidur tiap kamar akan berbeda. Dimana untuk kelas untuk peserta PBI, minimal luas per tempat tidur (dalam meter persegi/m2), sebesar 7,2 meter persegi dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan. Sementara di kelas untuk peserta Non PBI, luas per tempat tidur sebesar 10 meter persegi dengan jumlah maksimal 4 tempat tidur per ruangan.

Anggota DJSN Muttaqien menjelaskan sampai saat ini pihaknya bersama otoritas terkait masih terus memformulasikan mengenai iuran BPJS Kesehatan jika nanti mulai diterapkan kelas standar. Saat ditanya apakah tarifnya akan pada kisaran Rp 50.000 sampai Rp 70.000 per bulan, Muttaqien belum bisa memastikan.

“Ini sampai sekarang belum bisa dijawab. Karena masih menunggu finalisasi KDK Kemenkes,” tutup Muttaqien.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.