Top Header Ad

Kementerian PPPA Segera Susun Peraturan Turunan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

ilustrasi kekerasan seksual /suara.com
ilustrasi kekerasan seksual /suara.com

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah disahkan menjadi Undang-undang dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (13/04/2022) kemarin.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga berharap, UU tersebut nantinya akan implementatif dan memberikan manfaat, khususnya bagi korban kekerasan seksual.

“Hadirnya Undang-Undang ini merupakan wujud nyata kehadiran Negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku,” ujarnya

“Mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual. Inilah semangat dan roh perjuangan kita bersama, antara DPR RI, Pemerintah, dan Masyarakat Sipil, yang perlu terus kita ingat agar Undang-Undang ini nantinya memberikan manfaat ketika diimplementasikan, khususnya bagi korban kekerasan seksual,”

Kementerian PPPA akan segera menyusun Peraturan turunan atau lanjutan dari UU TPKS tersebut. Sehingga bisa segera diterapkan termasuk melakukan sosialisasi serta koordinasi dengan lintas Kementerian/Lembaga

“Bicara soal implementatif, maka kita berbicara bagaimana nantinya kita dapat mengatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan, baik itu Peraturan Presiden, maupun Peraturan Pemerintah,” ujarnya

Menteri PPPA menambahkan beberapa terobosan dalam RUU TPKS, antara lain Pengualifikasian jenis tindak pidana seksual, beserta tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pengaturan hukum acara yang komprehensif, mulai tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tetap memperhatikan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, dan tanpa intimidasi.

Pengakuan dan jaminan hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan, sejak terjadinya tindak pidana kekerasan seksual, yang merupakan kewajiban negara dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban.

Perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.

Perhatian yang besar terhadap penderitaan korban juga diwujudkan dalam bentuk pemberian restitusi. Restitusi diberikan oleh pelaku tindak pidana kekerasan seksual sebagai ganti kerugian bagi korban.

Jika harta kekayaan terpidana yang disita tidak mencukupi biaya restitusi, maka negara akan memberikan kompensasi kepada korban sesuai dengan putusan pengadilan.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.