Kemerdekaan yang Belum Memihak Warga Tepi Lubang Tambang Sanga-Sanga
SANGA – SANGA, Inibalikpapan.com — Bagi warga RT 24 Sanga -Sanga Dalam, Kukar Kaltim Hari Kemerdekaan RI Ke-74 belum mereka rasakan sepenuhnya.
Mereka masih terancam dengan keberadaan lubang tambang disekitar pemukiman.
Sebagai bentuk keprihatinan, warga menggelar Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke 74 di tepi lubang tambang dekat tempat tinggal mereka.
Persis dekat tepi lubang bekas tambang batubara yang ditinggalkan CV Sanga-Sanga Perkasa (SSP).
Ketua RT 24 Zainuri bertindak sebagai inspektur upacara,sedangkan peserta upacara warga dan anak -anak sekolah dengan wajah keprihatinan.
“Kami ingin perlihatkan bahwa masih ada yang belum merdeka di perayaan Hari Kemerdekaan ini. Sangasanga Dalam tidak merasakan itu,” kata Zainuri.
Zainuri khawatir keselamatan anak -anak di lingkungan mengingat lubang tambang sedalam 60 meter dibiarkan menganga.
” Lubang sedalam 60 meter ini sangat dekat dengan pemukiman kami. Hanya 56 meter dari rumah warga,” ucap Zainuri.
Sangasanga Dalam saat ini berada di bawah ancaman lubang-lubang tambang, yang di RT 24 dulu merupakan tambang batubara yang dikelola CV SSP tersebut. Kewajiban perusahaan tambang adalah mengembalikan rona lingkungan seperti sebelum ada aktivitas perusahaan.
Di Kalimantan Timur, sejak tahun 2011 hingga sekarang sudah 33 anak tewas tenggelam di lubang bekas tambang batubara.
Lubang tambang itu juga membawa konsekuensi lingkungan. Warga terpaksa membeli air bersih dari luar RT 24 karena sumur-sumur kering. Sebaliknya ketika musim hujan, warga dihantui banjir karena tidak ada lagi tutupan lahan.
Bahkan lebih ke awal lagi, menurut Zainuri, sudah lazim perusahaan tambang batubara memaksa warga, yang biasanya petani, untuk menjual tanahnya karena lahannya mengandung batubara.
“Apakah kemerdekaan itu bila warga dipaksa angkat kaki dari tanahnya sendiri. Atau dipolisikan sebab menggarap lahannya sendiri,” keluhnya.
Menurut Zainuri, ada 58 anak usia 2-14 tahun, di lingkungan RT 24 yang dipimpinnya. Karena ada lubang bekas tambang itu, dan kejadian-kejadian yang menimpa anak-anak di Samarinda dan di Tenggarong yang tewas tenggelam di lubang tambang para orangtua di Sangasanga Dalam tak pernah tenang.
Lalu ketika Gubernur Isran Noor malah menyalahkan para orangtua karena dianggap tidak menjaga anaknya dengan benar, warga RT 24 pun tak habis pikir.
“Mereka yang menerbitkan izin, namun kita yang dibodoh-bodohkan. Mengapa ketika ada anak-anak tengelam di lubang tambang mereka malah menyalahkan orang tua,” tandas Zainuri.
Sangasanga adalah kecamatan di delta muara Sungai Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara. Di wilayah ini diterbitkan 34 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batubara.
Dari 23.340 Ha luas administrasi Kecamatan Sanga-Sanga, 62 persen atau 14.470 Ha diantaranya telah dicaplok tambang batubara.
Di tahun 2018 lalu kampung Sangasanga Dalam diterjang banjir besar. Air menerjang dari hulu karena tak lagi diserap tanah. Tanah tidak bisa menyerap air karena sudah berubah menjadi tambang batubara.
Banjir besar tersebut sangat membekas di benak warga. Karena itu menuntut agar IUP perpanjangan CV SSP dicabut.
Di sisi lain, warga tak hanya memprotes. Bagian dari aksi adalah menanam 1000 bibit pohon dari 12 jenis tanaman keras di lahan bekas tambang batubara tersebut.
“Mudah-mudahan ini bisa menyelamatkan tanah dan lingkungan kami,” harap Nugraha yang jadi koordinator penanaman pohon.–
BACA JUGA