Kemeriahan Natal Tak Tampak di Bethlehem, Palestina
BETHLEHEM, inibalikpapan.com— Bethlehem merayakan Malam Natal yang muram pada Selasa, 24 Desember 2024 di tempat kelahiran Yesus, imbas konflik berkepanjangan di Gaza, Palestina.
Kegembiraan dan keceriaan yang biasanya menyelimuti Tepi Barat selama minggu Natal tidak terlihat lagi.
Lampu-lampu pesta dan pohon raksasa yang biasanya menghiasi Lapangan Manger tidak terlihat, begitu pula kerumunan wisatawan asing yang biasanya memenuhi lapangan tersebut.
Para pramuka Palestina berbaris tanpa suara di jalan-jalan, berbeda dari marching band mereka yang biasanya menghasilkan musik indah.
Pasukan keamanan memasang penghalang di dekat Nativity Church, tempat dimana Yesus lahir.
Pembatalan perayaan Natal merupakan pukulan telak bagi perekonomian kota. Pariwisata menyumbang sekitar 70 persen pendapatan Betlehem, hampir semuanya dari musim Natal.
Patriark Latin Pierbattista Pizzaballa, ulama Katolik Roma terkemuka di Tanah Suci, memperhatikan toko-toko yang tutup dan jalan-jalan yang kosong.
Ia ungkap asa bahwa tahun depan tak ada lagi perang.
“Ini seharusnya Natal terakhir yang sangat menyedihkan,” katanya kepada ratusan orang yang berkumpul di Manger Square, tempat biasanya puluhan ribu orang berkumpul.
Pizzaballa mengadakan Misa pra-Natal khusus di Gereja Keluarga Kudus di Kota Gaza.
Harapan Masyarakat Di Tahun Mendatang
Beberapa orang Kristen Palestina mengatakan kepada Associated Press bahwa mereka telah mengungsi di gereja tersebut sejak perang dimulai pada bulan Oktober tahun lalu dengan persediaan makanan dan air yang sangat terbatas.
“Kami berharap tahun depan di hari yang sama kami dapat merayakan Natal di rumah kami dan pergi ke Betlehem,” kata Najla Tarazi, seorang perempuan pengungsi yang berdoa agar perang berakhir. “Kami tidak senang.”
Betlehem adalah pusat penting dalam sejarah agama Kristen, tetapi umat Kristen hanya merupakan sebagian kecil dari sekitar 14 juta orang yang tersebar di Tanah Suci.
Menurut Departemen Luar Negeri AS, terdapat sekitar 182.000 di Israel, 50.000 di Tepi Barat dan Yerusalem, serta 1.300 di Gaza.
Jumlah pengunjung ke kota itu anjlok dari jumlah tertinggi sebelum COVID sekitar 2 juta per tahun pada tahun 2019 menjadi lebih sedikit lebih dari 100.000 pada tahun 2024, kata Jiries Qumsiyeh, juru bicara Kementerian Pariwisata Palestina.
Setelah malam tiba, dinding emas Nativity Church diterangi saat beberapa lusin orang berjalan dengan tenang.
Seorang anak laki-laki tampak berdiri memegang setumpuk balon untuk dijual, tetapi menyerah karena tidak ada pelanggan yang membelinya.
Pariwisata Palestina Mati Suri
Lonjakan kekerasan di Tepi Barat, tempat lebih dari 800 warga Palestina tewas karena agresi Israel telah menghentikan pariwisata.
Pejabat Palestina tidak memberikan rincian tentang berapa banyak korban tewas yang merupakan warga sipil dan berapa banyak yang merupakan pejuang.
Sejak 7 Oktober 2023, akses ke dan dari Betlehem dan kota-kota lain di Tepi Barat menjadi sulit, dengan antrean panjang pengendara yang menunggu untuk melewati pos pemeriksaan militer Israel.
Pembatasan tersebut telah mencegah sekitar 150.000 warga Palestina untuk meninggalkan wilayah untuk bekerja di Israel, yang menyebabkan ekonomi Israel berkontraksi sebesar 25%.
BACA JUGA