Top Header Ad

Kemnaker Tegaskan Hak Membentuk Serikat Pekerja, Union Busting Jadi Sorotan

Demo korban PHK (merahputih.com)
Demo korban PHK (merahputih.com)

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan komitmennya dalam menjamin hak pekerja untuk membentuk serikat pekerja, sebagaimana dijamin oleh konstitusi dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Larangan terhadap pembentukan serikat pekerja merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Sub Koordinator Pemberdayaan Organisasi Pekerja/Buruh Kemnaker, Oloan Nadeak, dalam diskusi bertajuk “Fenomena Union Busting di Perusahaan Media” yang diadakan di Kantor LBH Pers Jakarta pada Rabu (11/12).

“Pasal 28 menyatakan bahwa siapapun yang melarang atau menghalang-halangi pembentukan serikat pekerja dapat dikenakan sanksi pidana. Artinya, siapa saja, baik itu pemerintah maupun pengusaha, bisa dikenai pasal ini jika terbukti menghalangi hak berserikat,” tegas Oloan.

Kasus Dugaan Union Busting

Kasus dugaan union busting di CNN Indonesia menjadi sorotan. Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI) dibentuk sebagai respon terhadap pemotongan upah sepihak oleh manajemen CNN Indonesia pada periode Juni hingga Agustus 2024. Pemotongan ini memicu perlawanan dari para pekerja.

Ketua Umum SPCI, Taufiqurrohman, mengungkapkan bahwa 201 pekerja telah menolak pemotongan upah tersebut melalui pernyataan terbuka. Namun, manajemen tetap melanjutkan pemotongan upah. Setelah upaya perundingan buntu, SPCI resmi didirikan pada 27 Juli 2024, dan tercatat di Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Sudis Nakertransgi) Jakarta Selatan pada 27 Agustus 2024.

Namun, hanya beberapa hari setelah pengumuman pembentukan serikat kepada manajemen, deklarator SPCI menerima surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak pada 30 Agustus 2024. Langkah ini dianggap sebagai indikasi kuat union busting oleh manajemen CNN Indonesia.

Pelaporan Dugaan Union Busting ke Polda Metro Jaya

SPCI melaporkan dugaan union busting ini ke Polda Metro Jaya pada Rabu (4/12). Taufiq menyebutkan dua alasan utama pelaporan tersebut, yakni pemecatan sepihak terhadap deklarator SPCI setelah serikat tercatat resmi.

BACA JUGA :

Lalu kampanye anti-serikat yang dilakukan manajemen melalui penggalangan tanda tangan oleh pimpinan tiap divisi. Beberapa pekerja diduga menandatangani dokumen tersebut di bawah tekanan.

Pendapat Akademisi: Pola Lama Union Busting

Asfinawati, akademisi dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera, menilai bahwa kasus ini menunjukkan pola lama union busting dengan cara yang lebih canggih.

“Pemotongan upah, PHK sepihak, hingga kampanye anti-serikat adalah rangkaian upaya pemberangusan serikat pekerja. Jika anggota serikat di-PHK, fungsi serikat otomatis terhenti karena kehilangan anggotanya,” ujar Asfin.

Asfin juga menyoroti dampak lanjutan dari union busting, seperti serikat yang tidak dapat mengadvokasi anggota saat hak-hak mereka dilanggar. “Serikat pekerja adalah instrumen penting untuk memperjuangkan keseimbangan kekuatan antara buruh dan pengusaha,” tambahnya.

Perlindungan Hak Pekerja di Tengah Dugaan Union Busting

Kasus SPCI ini mencerminkan pentingnya perlindungan hak berserikat bagi pekerja di Indonesia. Pemerintah diharapkan bertindak tegas dalam menegakkan UU No. 21 Tahun 2000 untuk memastikan pekerja dapat membentuk dan menjalankan serikat tanpa intimidasi.

Sebagai langkah hukum, laporan dugaan union busting yang diajukan SPCI ke Polda Metro Jaya menjadi ujian penting untuk membuktikan komitmen negara dalam melindungi hak-hak pekerja. Publik kini menanti tindak lanjut dari kasus ini, termasuk penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan pelanggaran yang terjadi.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.