Kisah Eduard Tjong, Berasal dari Keluarga Bola (bagian 1)
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Mungkin banyak yang belum tahu kisah perjalanan hidup arsitek Persiba Balikpapan Eduard Tjong sebelum menjadi pemain sepakbola. Siapa sangka ternyata, mantan pemain tim nasional ini, pernah menjadi pegawai Bank Indonesia. Berikutnya ceritanya;
Edu sapaan akrab Eduard Tjong, lahir dari keluarga bola. Ayahnya, Harry Tjong, adalah penjaga gawang langganan tim nasional. Adik bungsunya, Billy Tjong, pun sempat mengikuti jejak sang ayah. Salah satu adik ipar Edu juga pemain sepak bola, Adityo Darmadi.
Tjong tua memang telah “menyeret” Edu ke lapangan hijau. Sebagai anak tentara, Edu menghabiskan waktu bermainnya untuk berlatih. Saat masih tinggal di Makassar, setiap pagi, seusai subuh sebelum berangkat sekolah dan sore hari, dia ikut berlatih bersama sang ayah.
Mula-mula dia belajar menjadi penjaga gawang seperti ayahnya. Bakatnya menangkap lengket si kulit bundar benar-benar diwarisi. “Tapi tak lama, saat saya membela tim nasional junior, saya harus meninggalkan posisi sebagai kiper,” kata Edu.
Cedera patah tangan saat masih sekolah di SMA Ragunan membuat Edu tak mungkin menjadi kiper. Ambisi sang ayah agar “mahkota” penjaga gawang tim nasional diwariskan kepada anaknya raib. Edu yang sudah telanjur memilih sepak bola sebagai dunianya, memilih menjadi pemain gelandang. Pilihannya tak salah. Begitu lulus dari SMA Ragunan, Arseto Solo meminangnya.
Disiplin yang ditanamkan ayahnya saat kecil membuat gelandang Arseto ini menikmati dunia sepak bola. Saat Edu kanak-kanak, orang tuanya memberlakukan jam malam. Tak ada satu pun anggota keluarga yang boleh ke luar rumah setelah pukul 22.00 WIB.
Demikian juga dengan waktu makan, sarapan pagi serta makan siang dan malam pun ditentukan. “Disiplin itu ternyata kemudian memunculkan semangat pantang menyerah, tak mau kalah dan tetap fight saat bermain,” ujarnya.
Edu serius menekuni sepak bola saat duduk di bangku SMP Negeri 74 Rawamangun. Dia bergabung dengan klub Putera Rama Jakarta Timur dan menjadi kiper utama. Ketangguhannya menjaga gawang membuat sekolah atlet SMA Rawamangun menawarinya beasiswa.
Dia pun dipanggil memperkuat tim nasional junior, yang berlaga di ajang Kejuaraan Lion City di Singapura pada 1980. Malang tak bisa ditolak, cedera patah tangan diperoleh saat berlatih.
Sumber : Berbagai sumber
BACA JUGA