Top Header Ad

Kita Harus Kawal Spirit Reformasi

Axcel Putra Sipa’ Lamba’ Sekfung Masyarakat GMKI Balikpapan

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Awak  tahun ini kita kembali diisukan wacana penundaan pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden 3 periode. Bukan hal baru wacana tersebut diisukan, tetapi sejak tahun 2019 itu sudah ada.

Namun seiring waktu, wacana itu tak lagi sekadar wacana dan juga bukan sekedar isu semata. Kita bisa lihat dari berbagai macam survei, hingga kini dilakukan para elit politik dan juga petinggi-petinggi partai politik menunjukkan keseriusan mereka terhadap penundaan pemilu dan  memperpanjang masa jabatan presiden 3 periode.

Isu penundaan Pemilu 2024 mencuat usai diusulkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Dia mengklaim, sudah keliling Indonesia dan melihat pemulihan ekonomi pascapandemi tengah berjalan. Menurutnya, jika pemungutan suara pemilu digelar pada 14 Februari 2024, maka akan mengganggu pemulihan ekonomi.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto juga menyambut usulan tersebut. Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pun mengatakan, bahwa mayoritas masyarakat tidak ingin uang triliunan rupiah dipakai untuk pemilu di masa pandemi. Dia bicara demikian bersumber pada big data yang menganalisa 110 juta aspirasi di media sosial.

Luhut lantas diminta banyak pihak untuk membuka big data yang dimaksud. Namun ia menolaknya.
Penundaan Pemilu 2024, jika direalisasikan lewat amandemen UUD 1945, maka membuat masa jabatan Presiden Jokowi ditambah.

Sejauh ini Jokowi sudah angkat suara namun tidak tegas menolak penambahan masa jabatan. Dia hanya mengatakan bakal patuh pada konstitusi UUD 1945. (sumber cnnindonesia.com)

Sebelumnya Indostrategic melakukan survei terhadap respon publik pada wacana perpanjangan 3  periode. Hasilnya dari 2.400 responden, sebanyak 80,7 persen responden tidak setuju dengan wacana tersebut. Sementara 7,4 persen responden menyatakan setuju terkait wacana tersebut. Sebanyak 12 persen menjawab tidak tahu/tidak menjawab.

Kemudian dari jumlah responden yang menyatakan setuju wacana tiga periode, sebanyak 48,7 persen berasal dari pemilih PDIP mendukung wacana tersebut. Lalu 15,3 persen berasal dari pemilih Partai Golkar.

Sementara yang tidak setuju pada wacana perpanjangan tiga periode berasal dari Partai Gerindra (17,28 persen), PKS (13,99 persen), PKB (11,11 persen), dan pemilih Partai Demokrat (8,66 persen).

Pertama, survei SMRC pada bulan Mei 2021 lalu, menyebutkan mayoritas responden sebanyak 52,9 persen masih menginginkan Jokowi tiga periode, terakhir survei Indostrategic bukan hanya  dukungan dari kader PDIP, tapi dukungan juga datang dari pendukung Partai Golkar. (Sumber Republika.co.id)

Airlangga Hartarto mengklaim, dia menerima aspirasi dari masyarakat petani saat kunjungan kerjanya ke Kabupaten Siak, Pekanbaru.  Salah satu aspirasi yang dia peroleh adalah perpanjang masa jabatan Presiden Jokowi.

 “Aspirasinya kami tangkap tentang keinginan adanya kebijakan berkelanjutan dan juga ada aspirasi kebijakan yang sama bisa terus berjalan” kata Airlangga lewat keterangan tertulis dilansir Jumat 25 Februari 2022. (Sumber Fin.co.id)

Berdasarkan hasil survey terbaru dari Indikator Politik Indonesia (IPI) tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi mencapai 71 % (Detiknews,21/2/2022). Dari hasil survey ini bisa dikatakan bahwa mayoritas responden merasa puas dengan kinerja Jokowi.

Akan tetapi jika melihat kenyataan selama pemerintahan Jokowi, ada keraguan terhadap hasil survey tersebut. Ada beberapa catatan hitam terkait kinerja Jokowi mulai dari pembangunan infrastruktur yang bermasalah hingga terbitnya berbagai kebijakan yang kontroversi.

Selama ini, yang diagung-agungkan dari pemerintahan Jokowi adalah kemampuannya untuk membangun berbagai Infrastruktur. Tetapi demikian jika kita coba untuk mengkaji lebih dalam terkait pembangunan infrastruktur maka akan ditemukan banyak permasalahan.

Misalnya saja selama pembangunan infrastruktur yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) ada banyak konflik agraria. Menurut data dari Konsorsium Pembangunan Agraria (KPA)yang dilansir dari CNN Indonesia (6/01/2022) bahwa sekitar  50% pengadaan lahan untuk pembangunan PSN berasal dari Konflik Agraria. 

Contohnya saja dalam pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas Warga dipaksa untuk menyerahkan lahan mereka untuk ditambang batunya demi pembangunan Bendungan. Sementara bagi mereka yang menolak mendapat sikap represif dari aparat dan bahkan ditangkap.

Ini merupakan ironi pembangunan infrastruktur di Indonesia selama pemerintahan Jokowi, Pemerintah mengorbankan kepentingan sebagian warganya demi kepentingan Proyek Strategis Nasional tanpa adanya penghargaan terhadap hak-hak konstitusional mereka.

Selain itu ada juga pembangunan infrastruktur yang tidak tepat sasaran misalnya saja pembangunan Light Rail Transit (LRT) Palembang dan Jakarta yang kini sepi penumpang. Pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung juga mengalami masalah dalam hal pembengkakan biaya.

Selain permasalahan Infrastruktur, catatan lainnya yaitu terbitnya berbagai kebijakan yang kontroversi. Menurut data dari YLBHI ada sekitar 27  kebijakan  Jokowi yang bersifat  otoriter sejak 2014 sampai 2020 (VOAIndonesia,14/6/2020).

Kebijakan seperti penerbitan UU Cipta Kerja yang menimbulkan kerugian bagi buruh tetapi menguntungkan Pengusaha disis lainnya. Lalu kemudian ada juga upaya pelemahan KPK melalui revisi UU KPK.

Penyempitan ruang kebebasan Sipil melalui kriminalisasi kebebasan berpendapat menggunakan UU ITE juga sering terjadi. Setidaknya pada tahun 2020 LBH-YLBHI menangani 43 kasus kriminalisasi dengan jumlah korban 151 orang.

Belum lagi ketika kita bicara soal Indeks Demokrasi di Indonesia yang mengalami penurunan selama masanya Jokowi. Skor perolehan Demokrasi Indonesia menurut The Economist Inteligence pada tahun 2020 yaitu 6,3 merupakan yang terendah selama 14 tahun terakhir. (Lokadata.id,11/05/2021). 

Di tengah situasi pandemic covid-19 dan persiapan pertarungan partai politik untuk memenangkan laga pada Pilkada yang akan dilakukan tahun 2024, narasi negatif mulai berhembus bermula gagasan untuk menunda Pemilu dan menambah 3 periode kepemimpinan Presiden Jokowi menguat belakangan ini dan akan menjadi bola api liar yang merusak sistem demokrasi apabila tidak disikapi dengan baik.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, secara tegas mengatakan penambahan masa jabatan presiden tidak sesuai dengan tujuan diadakannya Pemilu.

Dalam diskusi yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mada menyebut salah satu tujuan Pemilu adalah terjadinya sirkulasi elite politik. Pemilu adalah proses untuk membuka ruang bagi pergantian elite, baik di tingkat nasional maupun di daerah. Dia memastikan, proses sirkulasi atau pergantian elite ini penting sekali.

Selain sirkulasi elite, menurut Ketua Program Studi Sarjana Politik dan Pemerintahan, Fisipol UGM itu, tujuan Pemilu yang lain adalah partisipasi politik. Pemilu memberikan kesempatan bagi setiap warga negara untuk berkontribusi terhadap demokrasi.

Selain itu, Pemilu juga memiliki tujuan pendidikan politik, karena menjadi sarana kedaulatan rakyat untuk memilh representasi mereka dalam konteks demokrasi perwakilan.

Mada juga mengingatkan Pemilu bukan sebuah tujuan, tetapi sarana. Tujuan besar Pemilu adalah meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup warga Negara. (Sumber VOA Indonesia)

Wacana perpanjangan masa jabatan presiden bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945 dan Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945 tentang Pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali, serta bertentangan dengan UU 17/2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) yang mengamanatkan bahwa lembaga legislatif hanya memiliki masa jabatan lima tahun.

Kita tetap harus mengawal spirit reformasi masa jabatan Pemerintahan 5 tahunan ini, sudah jadi kesepakatan nasional dan bagian dari demokrasi kita.  

Tidak ada alasan atau landasan yang kuat untuk memperpanjang masa jabatan, jika hari ini betu-betul diperpanjang dan melebihi ketentuan konstitusi. Maka sudah jelas itu melanggar konstitusi yang sudah ditetapkan dan tentunya mengesampingkan konstitusi serta juga menurunnya demokrasi kita.

Penulis : Axcel Putra Sipa’ Lamba’

Sekfung Masyarakat GMKI Balikpapan

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.