Top Header Ad

Krisis Kebebasan Akademik 2024: Ketika Pendidikan Tinggi Dikebiri Politik dan Kekuasaan

Logo Komite Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA)
Logo Komite Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA)

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Tahun 2024 menjadi momen kelam bagi kebebasan akademik di Indonesia.

Pernyataan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang menegaskan pentingnya kebebasan akademik disertai akuntabilitas publik, terasa kontras dengan realitas yang terjadi.

Tahun politik menjelang Pilpres 2024, diwarnai manipulasi kekuasaan atas institusi pendidikan tinggi yang justru memperparah erosinya kebebasan intelektual dan kredibilitas akademik.

Perguruan Tinggi: Arena Baru Kekuasaan Politik

Menjelang Pemilu, pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadapi kritik tajam karena menggunakan rektor sebagai corong politik.

 Empat pimpinan universitas, termasuk Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Ahmad Sodik dan Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Yos Johan Utama, membuat video apresiasi terhadap kebijakan pemerintah, menandai kemunduran independensi akademik.

Langkah ini dinilai sebagai strategi sistematis untuk melegitimasi kekuasaan melalui lembaga pendidikan. Hal ini semakin mempertegas pola kontrol politik atas kampus, mulai dari pengangkatan rektor dengan dominasi 35% suara pemerintah hingga keberadaan birokrat dan politisi di badan wali amanat.

“Kampus telah berubah menjadi pelumas nafsu kekuasaan, alih-alih benteng kebebasan intelektual,” tegas laporan KIKA (Komite Indonesia untuk Kebebasan Akademik) dalam siaran persnya.

Pelanggaran Kebebasan Akademik 2024: Sebuah Rekapitulasi

KIKA mendokumentasikan 27 kasus pelanggaran kebebasan akademik sepanjang 2024, yang terbagi dalam lima kategori utama

Represi terhadap Gerakan Mahasiswa

Pembredelan diskusi dan kriminalisasi mahasiswa UIN Ar-Raniry yang menggelar acara nobar film Pesta Oligarki.

Kekerasan aparat terhadap mahasiswa UNRI dalam aksi menolak kenaikan UKT, termasuk ancaman kehilangan penglihatan akibat tindakan represif aparat di Bandung.

Pembekuan BEM FISIP Universitas Airlangga karena kritik satire terhadap Presiden Prabowo-Gibran.

Manipulasi Jabatan Akademik

Pemberian gelar doktor kehormatan secara instan kepada politisi seperti Bahlil Lahadalia.

Pengangkatan guru besar untuk tokoh-tokoh bermasalah, termasuk pejabat publik dan aparat penegak hukum, tanpa kriteria keilmuan yang memadai.

Advokasi Sumber Daya Alam dan Hak Masyarakat Sipil

Serangan terhadap akademisi yang mendampingi kasus Rempang dan Wadas, serta pelarangan penelitian asing terkait isu lingkungan.

Kekerasan Seksual di Kampus

Universitas di Yogyakarta mencatat 26 korban kekerasan seksual oleh seorang dosen, sementara kasus serupa muncul di Unhas dan Universitas Pancasila.

Politisasi dan Birokratisasi Pendidikan Tinggi

Ketergantungan pada jurnal terindeks Scopus sebagai indikator kualitas penelitian yang mengorbankan substansi dan inovasi.

Restrukturisasi Kemendikbud Ristek: Langkah Maju atau Ancaman Baru?

Pemerintahan baru Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran akan merombak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi tiga kementerian terpisah. Langkah ini menimbulkan pro-kontra, terutama terkait efisiensi tata kelola pendidikan tinggi.

KIKA menyoroti bahwa pemisahan ini berpotensi memperburuk politisasi birokrasi dan mengancam independensi perguruan tinggi. “Jika kebijakan tidak disertai dengan komitmen menjaga kebebasan akademik, restrukturisasi hanya akan memperbesar dominasi kekuasaan atas dunia pendidikan,” ungkap laporan tersebut.

Harapan dan Tuntutan KIKA untuk 2025

Untuk mengembalikan kehormatan akademik, KIKA mengajukan serangkaian tuntutan, yakni penegakan integritas akademik, denn memberikan sanksi tegas terhadap manipulasi jabatan akademik, termasuk pembatalan pengangkatan guru besar yang tidak memenuhi syarat.

BACA JUGA :

Komitmen pada kebebasan akademik yakni, Mendiktisaintek harus memastikan setiap kebijakan pendidikan tinggi mengutamakan kebebasan akademik sebagai fondasi pengembangan ilmu pengetahuan.

Penanganan kekerasan seksual, dengan Implementasi tegas UU TPKS dan Permen No. 30 Tahun 2021, termasuk pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di seluruh perguruan tinggi.

Membangun resiliensi kampus, memperkuat daya tahan insan kampus dalam menghadapi ancaman otoritarianisme, termasuk tekanan dari internal kampus maupun otoritas negara.

Reformasi tata Kelola pendidikan tinggi, Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan tinggi, menghilangkan mafia jabatan, dan menghentikan ketergantungan pada birokrasi politik.

Outlook 2025: Kebebasan Akademik di Persimpangan

Dengan tekanan yang terus meningkat, kebebasan akademik di Indonesia berada di persimpangan. KIKA menilai, tanpa langkah konkret dan keberanian dari pemerintah untuk mereformasi sistem, pendidikan tinggi akan semakin terpuruk dalam bayang-bayang politik kekuasaan.

“2025 akan menjadi ujian besar. Kebebasan akademik bukan hanya soal hak, tetapi fondasi bagi keberlanjutan ilmu pengetahuan dan masa depan bangsa,” tegas KIKA.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.