Lewat Film ’17 Surat Cinta’, Dua Pemuda Bongkar Rusaknya Hutan Indonesia

JAKARTA, inibalikpapan.com — Sutradara dokumenter, Dandhy Laksono, yang sebelumnya terkenal lewat Sexy Killers dan Dirty Vote, akan segera merilis film dokumenter terbarunya berjudul 17 Surat Cinta pada peringatan Hari Pahlawan.

Film garapan Dandhy bersama tim Ekspedisi Indonesia Baru dan menggali perjalanan dua anak muda yang mengungkap kerusakan hutan di berbagai wilayah Indonesia, dari Aceh hingga Papua.

“Film ini adalah ekspresi cinta mereka,” ujar Dandhy. 17 Surat Cinta, menurutnya, juga menyoroti bahwa kepahlawanan tidak hanya tentang membela negara. Tetapi juga menjaga ruang hidup yang merupakan bagian dari negara itu sendiri.

17 Surat Cinta menceritakan kisah Rubama dan Lukman, dua anak muda dengan ketertarikan yang berbeda. Rubama mencintai biologi dan memiliki aversi terhadap matematika. Sementara Lukman tergila-gila pada angka dan peta.

Meski berbeda, keduanya menyati oleh kecintaan terhadap alam Indonesia dan keinginan untuk melindungi hutan-hutan sakral namun kerap kali mengalami kerusakan.

Film ini membawa penonton menyusuri berbagai kawasan hutan yang luas, seperti hutan-hutan yang menjadi habitat terakhir orangutan di Aceh Barat. “Semua cerita tentang pahlawan adalah cerita tentang mereka yang membela ruang hidupnya,” tambah Dandhy.

Film ini tepatnya mengangkat permasalahan besar yang terjadi di SM Rawa Singkil, sebuah wilayah konservasi yang kini terancam akibat deforestasi ilegal yang dugaannya terjadi secara sistematis. Mulai dari jual beli lahan hutan hingga ekspansi perkebunan sawit ilegal yang melibatkan berbagai perusahaan besar.

SM Rawa Singkil, yang merupakan hutan gambut dan rumah bagi berbagai spesies langka seperti orangutan, gajah, dan harimau, kini terancam oleh alat berat yang terus merambah kawasan tersebut.

Dandhy Laksono menyebutkan bahwa SM Rawa Singkil bukan satu-satunya wilayah yang sedang mengalami perusakan. “Deforestasi ini terjadi dari Sabang hingga Merauke,” ungkap Dandhy.

Mendapat Dukungan

Film ini mendapat dukungan sejumlah organisasi lingkungan seperti Greenpeace Indonesia, Auriga Nusantara, Forest Watch Indonesia (FWI), Yayasan HAkA, dan Pusaka Bentala Rakyat.

Arie Rompas dari Greenpeace Indonesia menjelaskan bahwa deforestasi yang terjadi sebagian besar oleh ekspansi perkebunan sawit ilegal. “Meskipun sudah ditetapkan sebagai wilayah konservasi, ancaman terhadap kawasan ini tetap ada karena ada kelemahan dalam tata kelola pemerintahan. Komoditas sawit menjadi penyebab utama ancaman terhadap wilayah konservasi,” ujarnya.

Farwiza Farhan, Direktur Yayasan HAkA, menambahkan bahwa film ini mengungkap kenyataan menyedihkan masyarakat lokal akibat deforestasi di SM Rawa Singkil. Deforestasi di wilayah tersebut menyebabkan bencana alam yang berdampak serius bagi masyarakat sekitar dan akhirnya memengaruhi perekonomian mereka.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.