Manifesto Politik Perempuan Indonesia: “Perempuan Menggugat Negara”
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Aliansi Perempuan Indonesia (API) mendeklarasikan Manifesto Politik “Perempuan Menggugat Negara” pada Hari Pergerakan Perempuan Indonesia atau Hari Ibu.
Momen ini mengacu pada Kongres Perempuan Pertama di Yogyakarta pada 22 Desember 1928, yang menghasilkan keputusan politik perempuan untuk melawan penjajahan dan keterpurukan nasib perempuan.
Spirit perjuangan tersebut menginspirasi API untuk menyampaikan manifesto ini, mengingat kondisi kehidupan perempuan saat ini masih terbelenggu oleh kekerasan dan diskriminasi.
Alih-alih melindungi hak asasi manusia, negara justru menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan. Kebijakan eksploitasi alam telah meminggirkan perempuan dari tanah mereka yang menjadi sumber penghidupan.
Dalam ruang politik yang didominasi oligarki patriarkal, korupsi dan kebijakan yang tidak berkeadilan sosial semakin memiskinkan perempuan.
Kritik terhadap Rezim Prabowo-Gibran
API menyoroti orientasi kebijakan rezim pemerintahan baru Prabowo-Gibran, terutama program Asta Cita dan prioritas kerja 100 hari, yang dianggap tidak menyentuh kedaruratan situasi kekerasan terhadap perempuan.
Fokus pada industri ekstraktif, pembangunan infrastruktur, dan investasi modal justru memperparah kekerasan terhadap perempuan dan melanjutkan agenda neoliberal dari pemerintahan sebelumnya.
Seruan untuk Melawan Konsolidasi Oligarki
API mengajak perempuan dan masyarakat Indonesia untuk tidak terpedaya oleh ilusi kondisi yang seolah-olah baik-baik saja. Konsolidasi oligarki semakin menggeliat, terus menghancurkan perempuan melalui berbagai kebijakan yang tidak adil.
Menuntut negara menghentikan segala bentuk eksploitasi dan ekstraksi sumber daya alam yang neoliberal dan militeristik.
Menghentikan perampasan ruang hidup masyarakat, termasuk lahan di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku, Bali, NTT, NTB, hingga Papua.
Melawan Eksploitasi Tenaga Kerja Perempuan
Menolak eksploitasi tenaga kerja yang melanggengkan kekerasan terhadap buruh perempuan, termasuk buruh migran.
Menolak politik dinasti yang memundurkan keterwakilan perempuan dalam politik. Menolak politik pencitraan manipulatif yang meminggirkan suara kritis masyarakat.
Menolak pendekatan kekerasan dalam merespons suara kritis masyarakat dan konflik sosial-politik. Menuntut dihentikannya kekerasan oleh aparat kepolisian, kriminalisasi aktivis, pembubaran aksi protes, dan pembungkaman kebebasan berekspresi.
Mengakhiri Impunitas Pelanggaran HAM
Menolak impunitas negara terhadap pelanggaran HAM masa lalu. Menuntut penyelesaian kasus kekerasan dan pembunuhan perempuan (femisida).
API menyerukan persatuan seluruh perempuan Indonesia untuk bangkit melawan berbagai bentuk penindasan. Manifesto ini menjadi langkah penting dalam memperjuangkan keadilan sosial dan kemanusiaan di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks. ***
BACA JUGA