Marak Kasus Perundungan Anak, DPR Dorong Peningkatan Program Eskul di Sekolah
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Komisi X DPR RI mendorong agar sekolah meningkatkan program ekstrakulikuler (ekskul). Hal itu untuk mengantisipasi kasus perundungan (bullying) yang belakangan marak.
Seperti diketahui, belakangan semakin marak kasus perundungan anak sekolah. Salah satunya seperti yang kini menjadi perhatian publik yakni siswa SMK Negeri 1 Gorontalo.
Kasus itu, anak siswa iniasial AR (14) diduga dipalak dan dipaksa meminum minuman keras oleh beberapa siswa lainnya di lingkungan sekolah itu.
“Saya tentu sedih mendengar banyaknya kasus perundungan di lingkungan anak sekolah,” ujar ujar Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf dikutip dari laman DPR.
“Dan saya mempertanyakan kenapa anak umur segitu seberani dan senekat itu melakukan tindakan keji,”
“Jawabannya mungkin saja karena kurangnya kegiatan energik di sekolah sehingga kurang terbentuknya pendidikan karakter bagi anak-anak,”
Beberapa waktu lalu, perundungan juga terjadi di SMP Negeri 3 Sungguminasa Gowa, Sulawesi Selatan. Di mana seorang siswa dianiayai oleh temannya sendiri hingga terkapar. Video perundungan dengan aksi kekerasan itu viral di media sosial.
BACA JUGA :
Di Palembang, Sumatera Selatan, siswi berinisial AA (13) menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan 4 temannya sendiri. Para pelaku semuanya masih di bawah umur.
Dede Yusuf pun menekankan pendidikan karakter sangat diperlukan untuk menekan kasus perundungan maupun kejahatan anak usia sekolah.
Pendidikan karakter salah satunya bisa didapat lewat kelas-kelas ekstrakulikuler yang pada masa-masa sebelumnya merupakan progran wajib di sekolah.
“Ekskul itu bukan pembelajaran akademik, tapi pembelajaran karakter. Nah itulah yang belum banyak memahami, Pemerintah kita masih fokus pada pendidikan akademik saja,” ujar Dede.
Kata dia, pendidikan karakter sangat penting dimiliki anak-anak. Dede juga menyebut pendidikan karakter seharusnya ditanamkan sedini mingkin, yang bisa didapat lewat kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
“Ekskul harusnya tetap digiatkan, karena kalau tidak, anak-anak energinya tersalurkan ke hal-hal yang tidak benar,” ujarnya
“Ketika ekskul ataupun kegiatan aktivitas anak muda menjadi kurang terperhatikan maka anak-anak ini perlariannya nongkrong, minum-minum atau melakukan hal-hal yang tidak terpuji,”
“Sementara kalau kita lihat generasi dulu itu kan ekskul banyak tuh bahkan sampai sore. Jadi tidak membuat anak-anak itu energinya habis hanya untuk main game online atau hal-hal yang bersifat negatif,”
Saat ini, kegiatan ekskul di sekolah hanya bersifat pilihan sehingga kurang mendapat atensi. Kata Dede, pihak sekolah tidak mendapat dukungan pendanaan dari Pemerintah sehingga ekskul di sekolah hanya sekadar formalitas saja dan hasilnya kurang efektif.
“Sekarang untuk ekstrakurikuler masih ada di sekolah, tapi kan hanya sekadar pilihan. Kalau tidak wajib kan anak-anak lebih banyak tidak mengikutinya,” ungkapnya.
Dede pun mendorong Pemerintah memberikan dukungan dana untuk program ekskul di sekolah. Terutama bagi sekolah-sekolah negeri yang memiliki banyak siswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Sebab biasanya, siswa dari kalangan menengah ke atas lebih memiliki akses kegiatan ekstrakulikuler mandiri di luar sekolah melalui kursus-kursus.
BACA JUGA