MUI Balikpapan Keluarkan Fatwa Haram Muslim Gunakan Atribut Agama Lain

YASHICA Digital Camera

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Komisi Fatwa MUI Balikpapan mengingatkan kepada perusahaan atau pengusaha untuk tidak memaksakan karyawan muslim menggunakan atribut agama lain dalam rangka menyambut perayaaan agama tertentu. Karena Kecendrungan ini terjadi jelang perayaan hari besar agama lain terutama ditemui di pusat-pusat perbelanjaan.

Sebab MUI Balikpapan telah mengeluarkan fatwa haram menggunakan atribut agama lain yang tertuangkan dalam surat bernomor 01/ 2016 hasil pleno MUI Balikpapan, Selasa (18/10). Bagi siaapun yang memaksakan pelanggaran ini, dapat dilaporkan kepada kepolisian.

Wakil Ketua Umum MUI Balikpapan, KH Anas Mochtar menegaskan jika masih ada perusahaan yang memaksa karyawan muslim menggunakan atribut agama lain apalagi sampai mengancam maka karyawan bisa melaporkan kepada aparat penegak hukum.

“Karena setiap keyakinan beragama itu dilindungi oleh undang-undang. Jadi bisa diadukan kepada pihak berwajib,” tegasnya usai rapat pleno di kantor MUI Jalan Ruhui Rahayu, (18/10).

Karenanya dia meminta pemkot memberikan perlindungan kepada umat islam yang bekerja di perusahan-perusahaan yang miliknya orang non muslim. Artinya perusahan-perushaan tidak boleh menekan dan mengharuskan untuk menggunakan atribut agamanya.

Dalam waktu dekat ini lanjuta Anas, fatwa tersebut akan disebar ke perusahaan-perusahaan melalui rekomendasi Pemkot Balikpapan. “ Kita berharap agar semua perushaan memahami. Inilah yang disebut dengan saling menghormati antar beragama,” imbuhnya.
Sidang pleno dipimpin Wakil Anas Muchtar ini mempunya empat pertimbangan MUI mengeluarkan fatwa haram bagi umat islam memakai atribut agama lain.
“Yang pertama, MUI menilai bahwa terdapat fenomena di masyarakat pada saat peringatan hari besar agama lain sering kali para pemilik usaha pertokoan, rumah makan, super market, atau depertemen store, dan lain sebagainya meminta kepada karyawan untuk menggunkan atribut dari agama lain,” jelasnya.
Dia juga menyebutkan fenomena tersebut dianggap telah menimbulkan keresahan dari umat islam kerena terdapat kesanksian terkait dengan status hukumnya menurut islam.
“Pertimbangan ke tiga MUI menilai terdapat kesimpangsiuran pendapat di kalangan masyarakat, para tokoh, dan pejabat publik menyikapi hak tersebut termasuk di antaranya yang cenderung memudahkan sehingga dapat berpeluang meronggong pemahaman umat terhadap ajaran islam dan mendangkalkan akidahnya,”tandasnya.

Pertimbangan terkhir lanjut Anas umat islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang permasalahan tersebut agar terhindar dari perbuatan mencampur adukan akidah dan ibadah dengan akidah dan ibadah agama lain.

Anas yang juga Pengasuh Ponpes modern Al-Muttaqien Balikpapan mengungkapkan bahwa dasar fatwa itu mengacu pada hadis nabi Muhammad SAW yang berbunyi “Barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari merek” (H R Abu Dawud, hasan).

“Jadi kalau orang muslim menyerupai non muslim maka hukumnya menjadi non muslim, jadi tidak boleh sama sekali,” tukasnya.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.