Negara Harus Tegas, Kasus Kekerasan Seksual Mantan Kapolres Ngada dan Kegagalan Sistem Perlindungan Anak

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyoroti kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Ia menegaskan bahwa hukuman berat harus dijatuhkan kepada pelaku tanpa toleransi sedikit pun.
“Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa. Tidak boleh ada kompromi, dan pelaku harus dihukum seberat-beratnya,” tegas Puan dalam keterangan tertulisnya dilansir dari laman DPR.
Kasus ini terungkap setelah video pencabulan yang direkam Fajar bocor di Australia. Ia diduga tidak hanya melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur tetapi juga merekam dan menjual video tersebut ke situs porno luar negeri. Australian Federal Police (AFP) melacak asal unggahan yang ternyata berasal dari Kupang, NTT. Dalam video tersebut, wajah Fajar terlihat saat ia mencabuli anak berusia tiga tahun.
Setelah diselidiki, Fajar diduga melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa. Ia kini ditahan di Bareskrim Polri dan telah dicopot dari jabatannya, meski belum dipecat dari institusi Polri.
Puan menyoroti fakta bahwa kasus ini menambah daftar panjang kekerasan seksual di Indonesia, yang terus berulang akibat lemahnya sistem pencegahan dan penegakan hukum.
“Kita menghadapi fenomena gunung es. Jika negara gagal memberikan keadilan dan tidak serius dalam upaya pencegahan, kasus serupa akan terus terjadi,” kritik Puan.
BACA JUGA :
Meski UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengatur hukuman tambahan bagi pejabat publik yang melakukan kejahatan ini, publik masih menunggu apakah hukum benar-benar ditegakkan tanpa tebang pilih.
LPSK dan Pemerintah Harus Berikan Prndampingan Terhadap Korban
Puan juga menyoroti pentingnya pemulihan bagi korban. Ia meminta LPSK, KPPPA, dan Kemensos untuk memberikan pendampingan penuh, termasuk rehabilitasi psikologis jangka panjang. “Anak-anak korban kekerasan seksual harus mendapatkan terapi psikososial agar mereka dapat pulih dari trauma,” ujarnya.
Lebih lanjut, Puan mengingatkan bahwa proses hukum harus memastikan korban tidak mengalami intimidasi. “Jangan sampai korban malah menjadi pihak yang tertekan. Aparat penegak hukum harus menjamin keamanan dan kenyamanan mereka dalam proses penyelidikan,” tegasnya.
Selain menuntut hukuman berat bagi pelaku, Puan menekankan pentingnya upaya preventif. Ia mengajak lembaga pendidikan, lingkungan, dan keluarga untuk aktif memberikan pemahaman kepada anak-anak mengenai tanda-tanda pelecehan seksual dan bagaimana melaporkannya.
Kasus ini kembali menunjukkan betapa lemahnya sistem perlindungan anak di Indonesia. Tanpa langkah konkret, perlindungan hanya akan menjadi sekadar wacana, sementara predator seperti Fajar terus bermunculan. Sudah saatnya negara mengambil tindakan nyata, bukan hanya sekadar retorika.
BACA JUGA