Nelayan Tak Bisa Lagi Menggantungkan Hidupnya di Teluk Balikpapan

Mapaselle berada di kapalnya yang bersebelahan dengan kapal tongkang pengangkut batu bara di Teluk Balikpapan / ist

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com –  Mapaselle terpaku di atas kapalnya, menatap Teluk Balikpapan yang kini tak lagi bisa menjadi tempat untuk menggantungkan hidup ribuan nelayan di Balikpapan dan Penajam Paser Utara (PPU).

“Kami nelayan puluhan tahun di Teluk Balikpapan, menggantungkan hidup dan masa depan,” ujar Mapaselle ketika berbincang dengan inibalikpapan.com belum lama ini.

Direktur Eksekutif Pokja Pesisir itu mengatakan, dulu tahun 80-an hingga awal 90-an para nelayan tradisional masih mudah mengetahui keberadaan ikan dari rumahnya. Karena rumah nelayan mayoritas berada di pesisir. 

“Mereka bisa mengetahui ikan itu berada dimana, bisa mengidentifikasi jumlah ikan itu seberapa banyak dari rumahnya dengan menggunakan indra penciuman dari anyirnya ikan maupun indra penglihatan, termasuk juga indra pendengaran,” ujarnya.

“Jadi yang paling mudah cari ikan. Karena jarak tangkap cuma dekat hanya dengan mendayung atau menggunakan BBM cuma 1-2 liter sudah bisa keliling Teluk Balikpapan,” ujarnya.

Di Balikpapan nelayan mayoritas tinggal di Balikpapan Barat, Balikpapan Timur. Sedangkan di PPU, di Penajam, Jenebora, Pantai Lango, Gresik, Maridan dan Mentawir masuk wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN)

“Karena jarak pemukiman masyarakat di pesisir Teluk Balikpapan dan wilayah tangkapnya itu tidak terlalu jauh, maka dengan mudah dia bisa mengindentifikasi, oh ini musim ikan dan berada di daerah mana,” ujarnya.

Ketika itu, daerah tangkapan melayan masih luas. Sehingga begitu mudah mendapatkan ikan hingga puluhan kilogram. Saat ini 3-4 kilogram sudah sulit. Sehingga berdampak pada penghasilan nelayan.

“Sekarang semakin susah, untuk makan saja sudah, nelayan di Balikpapan juga Penajam. Sesekali saya masih turun (melaut). KTP saya masih nelayan. Ketika musim ikan saya ke laut,” ujarnya

Dulu nelayan kehidupannya cukup mapan. Begitu bangga menjadi nelayan. Tak khawatir dengan biaya pendidikan anak. Karena dari hasil menangkap ikan, sudah bisa mencukup semua kebutuhan. Rata-rata sekali melaut bawa pulang Rp400 ribu hingga Rp500 ribu.

“Nelayan-nelayan di zaman itu boleh dibilang cukup mapan hidupnya, mereka bisa punya tabungan relatif banyak, bisa naik haji rata-rata itu. Bisa menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi,” ujarnya

Namun kini kondisinya berubah seiring maraknya aktivitas industri dan perusahaan di sekitar Teluk Balikpapan. Hal itu kemudian berpengaruh pada daerah tangkapan nelayan yang makin terhimpit.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.