Obat untuk Pasien Gangguan Ginjal Akut Diberikan Gratis
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, obat Fomepizole untuk pasien Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal atau Acute Kidney Injuries (AKI) gratis.
“Kita akan memberikan obatnya kepada pasien AKI secara gratis,” tutur Menkes. Budi Ginadi dalam saat konferensi pers di Istana Negara, Senin (24/10/2022).
Diketahui 10 dari 11 pasien AKI yang mengkonsumsi obat sirup yang diduga tercemar senyawa kimia tertentu berangsur membaik kondisinya setelah meminum obat Fomepizole selama dalam perawatan di rumah sakit rujukan RSCM.
“Kita bisa simpulkan bahwa obat ini (Fomepizole) memberikan dampak positif dan kita akan mempercepat kedatangannya ke Indonesia sehingga anak-anak bisa terselamatkan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, pasien gangguan ginjal akut semula tidak dapat berkemih (buang air kecil/BAK), bahkan dengan cuci darah tidak memberikan perbaikan bahkan sering terjadi perburukan.
Namun setelah diberi obat tersebut pasien mulai bisa melakukannya sedikit demi sedikit. Tak hanya itu, pasien yang sebelumnya tidak bisa berkemih mulai berkemih dan anak yang tidak sadar mulai sadar kembali.
Hingga saat ini lanjutnya, Pemerintah telah menerima 20 vial dari Singapura, sedangkan 16 vial lainnya akan datang dari Australia dalam waktu dekat.
“Kita sedang proses untuk beli dari Amerika. Mereka ada stok tidak terlampau banyak, juga beli dari Jepang mereka ada stok sekitar 2000-an. Ini kesiapan yang kita lakukan untuk menyediakan obat-obatnya,” ujarnya
Sebelumnya Menkes Budi Gunadi memastikan bahwa kasus gagal ginjal yang melanda 245 anak di sejumlah daerah di Tanah Air, disebabkan oleh zat kimia yang ada di dalam pelarut obat-obatan yang dikonsumsi oleh para pasien.
Hal tersebut disimpulkan Menkes Budi Gunadi berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan sejumlah pihak terkait.
“Jadi berdasarkan rilis dari WHO, adanya zat kimia di pasien, bukti biopsi yang menunjukkan kerusakan ginjalnya karena zat kimia ini, dan keempat adanya zat kimia ini di obat-obatan yang ada di rumah pasien, kita menyimpulkan benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran dari pelarut ini,” ujarnya
Berdasarkan hasil analisis tersebut, Kementerian Kesehatan pun telah melakukan sejumlah langkah konservatif. Salah satunya dengan menutup sekitar 1.100 obat-obatan yang mengandung pelarut seraya menunggu hasil penelitan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Nanti rencananya sore ini kita akan keluarkan surat untuk rilis. Jadi ada 133 atau 150-an obat-obatan yang memang pelarutnya tidak mengandung bahan kimia berbahaya, kita akan rilis,” ujarnya
Selain itu, Kemenkes juga telah berbicara dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) terkait beberapa obat yang bersifat sirup yang dibutuhkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit kritis.
Menkes Budi mengatakan bahwa obat-obatan tersebut masih diperbolehkan untuk dikonsumsi namun harus dengan resep dokter.
“Ini kalau dilarang anaknya bisa menderita atau meninggal gara-gara penyakit yang lain. Jadi untuk obat-obat sirup yang gunanya untuk menangani penyakit kritis kita perbolehkan tapi harus dengan resep dokter,” ujarnya
BACA JUGA