Palsukan Dokumen Angkut Kayu 3 Orang Diamankan Gakkum KLHK Kalimantan
SAMARINDA, Inibalikpapan.com – Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Wilayah Kalimantan, Seksi Wilayah II Samarinda mengamankan 3 orang pemalsu dokumen angkut kayu di Kutai Barat (Kubar).
Awalnya Penyidik Gakkum KLHK mengamankan dua orang B (33) dan M (26) pada 6 Agustus 2020. Kemudian Penyidik juga mengamankan EC (54) yang merupakan aktor intelektual pemalsuan dokumen angkut kayu. Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiganya ditahan di rumah tanahan Polresta Samarinda bersama barang bukti satu unit truk Toyota Dyna warna biru dengan nomor polisi KT8605VC yang mengangkut 260 keping kayu ulin gergajian dan satu uni truk Hino warna hijau dengan nomor polisi DC8865BG yang mengangkut muatan 273 keping kayu ulin dan dua dokumen SKSHH-KO palsu.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Subhan mengataka, kasus tersebut terungkat berawal dari informasi masyarakat. Kemudian Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Enggang Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan menindaklanjuti informasi tersebut dengan melakukan operasi pada 3 Agustus 2020 pukul 23.20 Wita
Dari hasil operasi tersebut, Tim SPORC Brigade Enggang berhasil mengamankan dua truk di Jalan Poros Tenggarong-Loa Janan, Desa Jembayan, Kecamatan Loa Kulu,Kutai Kartanegara yang tengah mengangkut kayu gergajian jenis ulin
Dari hasil pemeriksaan kayu tersebut berasal Barong Tongkok Kutai Barat dengan dokumen SKSHH-KO atas nama PO Mencimai Bersatu yang diduga palsu. Selanjutnya Tim membawa pelaku ke Kantor Balai Gakkum Kalimantan, di Samarinda.
“Keberhasilan penanganan kasus ini tidak lepas dari kerja sama sinergis yang terjalin dengan baik antara Balai Gakkum Wilayah Kalimantan, Polda Kaltim, BPHP Wilayah IX Samarinda, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, dan masyarakat peduli lingkungan,”. Ujar Subhan.
Ketiga tersangka dijerat denganp Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman hukum penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
BACA JUGA