Pasca Putusan MKMK, Pencalonan Gibran Sebagai Cawapres Disebut Cacat Hukum dan Etika
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) disebut cacat hukum dan etika.
Hal itu mengacu pada putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyebut, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman melakukan pelanggaran berat dan disanksi pemberhentian sebagai ketua.
Demikian disampaikan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Nasional Julius Ibrani. Bahkan dia mengatakan, keputusan MK Nomor 90 tahun 2023 yang membolehkan capres dan cawapres berusia di bawah 40 tahun asalkan berpengalaman atau sedang menjadi kepala daerah cacat secara prosedural dan sangat kental dengan indikasi kolusi serta nepotisme.
“Dengan demikian, majunya Gibran sebagai Calon Wakil Presiden cacat secara hukum dan cacat secara etika,” ujar Julius dilansir dari suara.com jaringan inibalikpapan.
Menurut dia, keputusan MKMK sepatutnya tidak hanya memberhentikan Anwar Usman jadi Ketua MK, tapi juga memberhentikan dia jadi hakim MK.
Sebab menurutnya, relasi kuasa antara rezim penguasa, MK, dan Gibran adalah bentuk relasi nepotisme yang dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kecurangan dalam proses pemilu.
“Majunya Gibran sebagai cawapres, tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat, dan dapat dipermasalahkan di masa yang akan datang,” ujarnya
“Putusan MKMK semakin membenarkan terjadinya ketidakadilan di masyarakat serta menunjukan rusaknya sistem hukum di Indonesia,”
Selain itu, keputusan MKMK ini disebutnya merupaka bukti terjadinya kemunduran demokrasi terjadi di Indonesia. Kerusakan demokrasi yang dilakukan rezim yang berkuasa tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.
“Kelompok Masyarakat Sipil dan Kelompok Pro-Demokrasi, harus kembali tampil ke publik dan merapatkan barisan demi menyelamatkan demokrasi dan hukum yang semakin terancam,” ujarnya
BACA JUGA