Pemerintah Didesak Buka Identitas Pasien Positif Corona
BALIKPAPAN, Inibalikpapan – Mantan Ketua Komisi Informasi Provinsi Kaltim Eko Satiya Hushada mendesak Pemerintah membuka identitas pasien positif corona. Pasalnya, dia menilai penyebaran virus corona semakin mengkhawatirkan.
Soal boleh tidaknya identitas pasien positif corona dibuka ke publik memang masih menjadi perdebatan. Melalui rilis yang diterima inibalikpapan, Eko mencoba memaparkan, mengapa identitas pasien postif virus corona harus dibuka ke publik.
Begini penjelasan Eko
Perkembangan kasus Virus Corona COVID-19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Jumat (20/3/) petang, Pemerintah mengumumkan ada penambahan 60 kasus baru virus corona Covid-19. Jumlah total saat ini tercatat 369 kasus positif dengan 17 di antaranya sembuh dan 32 meninggal. Kondisi yang sangat memprihatinkan. Dimana semua pihak harus terlibat untuk mengatasi situasi ini.
Masyarakat saat ini dalam kebingungan dan rasa khawatir yang tinggi terhadap kemungkinan terpapar Virus mematikan ini. Hal yang bisa dilakukan masyarakat saat ini hanyalah berdiam di rumah, tanpa mengetahui, dirinya terpapar Virus Corona apa tidak. Terutama mereka yang masih harus melakukan kegiatan di luar rumah, terkait kebutuhan ekonomi.
Masyarakat dihadapkan pada situasi tak mengatahui, siapa orang sekitarnya yang sudah terpapar virus Corona, bahkan dengan status positif atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Bisa jadi tetanggannya sendiri, teman dalam satu lingkungan kerja atau bahkan orang yang baru saja ia temui beberapa hari lalu.
Sehingga masyarakat tak mampu melakukan antisipasi untuk tidak terpapar Virus Corona. Ini karena pemerintah menutup rapat dan melarang semua pihak untuk membuka identitas pasien positif Corona. Dengan alasan rahasia, sebagaimana diatur dalam sejumlah Undang-Undang sebagai berikut;
1. Pasal 48 Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Pasal 57 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Pasal 73 UU No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
5. Pasal 17 UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Pada Pasal 57 ayat 1 (satu) Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan misalnya, disebutkan, Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
Namun Pemerintah lupa, bahwa pada ayat 2d UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan itu disebutkan; Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal kepentingan masyarakat.
Artinya, untuk kepentingan masyarakat luas, rahasia kondisi kesehatan pribadi dapat dibuka. Pasal ini kemudian diperkuat lagi dengan Pasal 9 ayat 1 (satu) dan 4b Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.
Pasal 9 ayat 1 disebutkan, Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan tanpa persetujuan pasien dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum.
Kemudian di ayat 4b disebutkan, Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ancaman Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit menular. Pasal ini jelas terkait dengan situasi saat ini. Dengan demikian, Pemerintah diminta membuat protokol tentang keterbukaan informasi public terkait informasi anggota masyarakat dengan status positif corona atau PDP.
Pengumuman identitas pasien ini disertai dengan penjelasan lokasi rumah, aktivitas selama paling lama 14 hari ke belakang, dengan tujuan, agar masyarakat kemudian dapat memperkirakan, apakah ia pernah bertemu atau berinteraksi dengan sang pasien positif Corona. Jika merasa pernah berinteraksi, maka anggota masyarakat tadi diwajibkan melapor kepada satgas penanganan wabah Virus Corona setempat, untuk dilakukan test kesehatan.
Protokol ini diharapkan mampu mengeleminir kemungkinan meluasnya penyebaran virus Corona, karena masyarakat secara mandiri dapat memperkirakan dirinya terpapar atau tidak. Kita harus belajar dari kasus positif Corona yang menyebar di sebuah acara di Solo, yang mana peserta berasal dari sejumlah daerah di Indonesia. Salah seorangnya telah meninggal dunia, dan penderita positif Corona lainnya sedang dalam perawatan, salah satunya di Samarinda.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) padahal sudah mengingatkan Pemerintah melalui jumpa pers, Senin (16/3/2020) lalu, bahwa jika mengungkap identitas orang terinfeksi virus Covid-19 tidak bertentangan dengan hukum. Sebab, saat ini telah terjadi pandemi Covid-19 secara global. Harusnya pemerintah cepat tanggap untuk melakukan langkah-langkah yang dinilai perlu, guna mencegah semakin meluasnya penyebaran Virus Corona.
Saya juga menyayangkan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang tidak pro aktif dalam situasi saat ini. Sebagai lembaga yang mendorong keterbukaan informasi publik, harusnya KI Pusat mendesak Pemerintah untuk membuka data pasien positif Corona atas dasar kepentingan umum. (*)
BACA JUGA