Perempuan Dalam Dunia Pendidikan : Mengimplementasikan Gagasan RA Kartini  

Mita Suryani Ruru

PEREMPUAN dan Perempuan adalah dua elemen yang berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan dan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Pendidikan menjadi salah satu ruang atau instrumen untuk mencerdaskan generasi bangsa yang didalamnya juga termasuk perempuan itu sendiri.

Pemikiran akan pentingnya pendidikan untuk perempuan tak hanya dilayangkan oleh para pemikir Barat saja, namun dalam konteks Indonesia bahkan sebelum Indonesia merdekapun, ada pemikir serta pegiat perempuan lokal yang memperjuangkan hak perempuan untuk memperoleh pendidikan secara layak, dia adalah R.A. Kartini.

Gagasan dan perjuangan R.A.Kartini terlihat dalam tulisan surat-suratnya yang cukup terkenal berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang dirangkum oleh J. H. Abendanon.

Kumpulan surat pribadi Kartini tersebut kemudian diterbitkan pada tahun 1912 dengan judul Door Duisternis Tot Licht atau dalam Bahasa Indonesia “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Tulisan-tulisan R.A. Kartini adalah bentuk perlawanan akan pemerintah Kolonial dimasa itu. Dimana Perempuan Pribumi tidak mendapatkan tempat yang strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kegelisahan ini muncul pemikiran kritis dan semangat juang R.A Kartini untuk memperjuangkan kaum perempuan agar mendapatkan pendidikan yang layak.

Buah pikir yang tertuang dalam selembar kertas mampu merubah pola pikir banyak kalangan sehingga R.A Kartini diangkat menjadi Pahlawan Nasional dan juga pelopor kesetaraan gender terlebih dibidang pendidikan.

Anggapan pada zaman dahulu menilai bahwa perempuan tidak memiliki kewajiban memperoleh pendidikan yang tinggi. Melawan stigma dan kesenjangan dalam masyarakat, kini perempuan dapat mengenyam bangku pendidikan dengan segala haknya yang setara dengan laki-laki.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Hak mendapatkan pendidikan tercantum dalam Pasal 28C Ayat 1 dan Pasal 28E Ayat 1 dan secara khusus pada Pasal 31. Pasal 28C Ayat 1 berbunyi

“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”

Perempuan akan menjadi guru kehidupan pertama bagi anak seperti Kata bijak Nyerere, Presiden Tanzania (1964-1985) “Jika anda mendidik seorang laki-laki berarti anda telah mendidik seorang person, tapi bila anda mendidik seorang perempuan berarti anda telah mendidik seluruh anggota keluarga.”

Sehingga Pendidikan yang layak pada perempuan mendorong pengembangan karakter serta membuka kesempatan memperoleh kualitas hidup yang lebih baik.

Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) termasuk peran perempuan dalam pembangunan telah menjadi sasaran dalam rencana pembangunan pemerintah.

Selain itu, sustainable development goals (SDG) juga mendukung upaya memenuhi hak-hak perempuan, mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, serta memperkuat pengarusutamaan gender dalam pembangunan.

Maka jika sebuah Negara ini bahkan kita Kaum Perempuan ingin berkontribusi bagi pembangunan Bangsa dan Negara dalam menciptakan Generasi penerus bangsa yang cerdas maka kita pun harus termotivasi dalam diri untuk terlebih dahulu mengejar pendidikan yang tinggi bukan hanya sebagai eksistensi diri atau supaya ada kesetaraan tetapi merupakan hak dan kewajiban serta tanggung jawab untuk mempersiapkan generasi cerdas yang lahir dari rahim kita setiap perempuan.

Penulis :

Mita Suryani Ruru

(Ketua Komisariat STT Migas Balikpapan)

GMKI CABANG BALIKPAPAN

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.