Top Header Ad

Pernyataan Jubir Istana Hasan Nasbi Dinilai Arogan dan Meremehkan Kebebasan Pers

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi / suara
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi / suara

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Andreas Hugo Pareira, mengkritik keras pernyataan Juru Bicara (Jubir) Istana atau  Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, yang merespons teror kepala babi ke kantor media Tempo dengan pernyataan kontroversial, “dimasak saja.” Andreas menilai sikap tersebut mencerminkan arogansi dan minimnya etika seorang pejabat negara.

Pernyataan Tak Pantas dan Berbau Penghinaan

“Respon jubir istana yang menyuruh agar kepala babi tersebut dimasak adalah tindakan arogan dan bernuansa penghinaan terhadap media. Tidak pantas seorang Jubir yang merepresentasikan suara istana berkata demikian,” ujar Andreas dikutip darilaman DPR.

Menurut Andreas, sikap Hasan Nasbi tidak hanya merendahkan jurnalis, tetapi juga menunjukkan kurangnya empati terhadap kebebasan pers dan hak asasi manusia (HAM). “Konstitusi kita menjamin hak atas pekerjaan yang layak bagi setiap warga negara, termasuk kenyamanan dan keamanan dalam bekerja. Perlindungan terhadap jurnalis adalah bagian dari hak asasi manusia,” tegasnya.

Ancaman terhadap Jurnalis Tidak Bisa Dianggap Remeh

Andreas menegaskan bahwa pengiriman kepala babi kepada wartawan Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica), bukan sekadar lelucon, melainkan bentuk nyata teror untuk membungkam kebebasan pers.

“Tindakan ini adalah bentuk intimidasi terhadap media. Pemerintah seharusnya menanggapi kasus ini dengan serius, bukan justru meremehkannya dengan guyonan tak bermutu,” lanjutnya.

BACA JUGA :

Sebagai Legislator dari Dapil NTT I, Andreas menekankan bahwa pernyataan pejabat yang meremehkan ancaman terhadap pers hanya akan menurunkan kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam melindungi kebebasan pers.

Kebebasan Pers adalah Pilar Demokrasi

Dalam Pasal 28 UUD 1945, kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin sepenuhnya. UU No. 40 Tahun 1999 juga menegaskan bahwa pers memiliki peran sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

“Teror terhadap media adalah ancaman terhadap kebebasan pers. Jika pejabat pemerintah tidak menunjukkan sikap tegas dalam melindungi jurnalis, maka independensi media dan demokrasi kita akan semakin terancam,” ujar Andreas.

Andreas menambahkan bahwa pernyataan kontroversial Hasan Nasbi mencoreng citra pemerintah. “Komentar yang meremehkan ancaman terhadap media hanya akan menimbulkan pertanyaan publik mengenai komitmen negara dalam menjamin keamanan dan kebebasan berekspresi. Hasan Nasbi sebaiknya meminta maaf atas ucapannya yang tidak sensitif terhadap HAM dan profesi jurnalis,” tegasnya.

Usut Tuntas Teror terhadap Tempo

Andreas mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus teror terhadap Tempo. “Tanpa respons tegas, masyarakat akan semakin skeptis terhadap komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum dan melindungi kebebasan pers,” katanya.

“Jika insiden ini dibiarkan, publik akan bertanya-tanya ada apa di balik teror terhadap media kritis seperti Tempo,” tambah Andreas.

Sebagaimana diketahui, Hasan Nasbi merespons ancaman teror kepala babi terhadap wartawan host program Bocor Alus Politik Tempo dengan santai, bahkan menyuruh Cica memasaknya. Pernyataan tersebut menuai kritik tajam karena dinilai tidak menghormati kebebasan pers dan memperburuk citra pemerintah dalam menjamin hak-hak jurnalis.

Tinggalkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.