Pernyataan Presiden Prabowo Soal Koruptor Diampuni Jika Kembalikan Uang Dinilai Keliru dan Tidak Sesuai UU

Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan dalam pertemuan dengan hampir 2000 mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di Al-Azhar Convention Center, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada Rabu (18/12/2024). (Foto: BPMI Setpres/Rusman)
Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan dalam pertemuan dengan hampir 2000 mahasiswa Indonesia yang tengah menempuh pendidikan di Al-Azhar Convention Center, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada Rabu (18/12/2024). (Foto: BPMI Setpres/Rusman)

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan bahwa koruptor dapat diampuni jika mengembalikan kerugian negara mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan.

Pidato yang disampaikan di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, pada Rabu (18/12/2024), ini dianggap tidak sejalan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

Dalam pidatonya, Prabowo menyampaikan, “Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong.”

Ia juga menyarankan agar pengembalian uang negara dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar tidak terdeteksi.

Tidak Sesuai dengan Undang-Undang

Pernyataan ini menuai kritik dari peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya. Menurutnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi secara tegas menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidana korupsi.

“Walaupun koruptor mengembalikan uang, mereka tetap harus menjalani hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku,” jelas Diky. Ia menegaskan bahwa hukuman yang memberikan efek jera sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi.

Diky juga mengingatkan bahwa banyak korupsi terjadi karena adanya motif ekonomi dan kurangnya efek jera. Dalam hal ini, teori GONE yang diperkenalkan oleh Jack Bologna pada 1993 menjadi relevan.

Teori tersebut menyebutkan bahwa korupsi disebabkan oleh empat faktor utama yakni Greedy (Keserakahan), Opportunity (Kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (Pengungkapan)

BACA JUGA : hukuman bagi koruptor

Ketika keempat faktor ini bertemu, risiko terjadinya korupsi semakin besar, terutama jika penindakan hukum tidak tegas.

Tantangan Mengambil Hati Koruptor

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, turut memberikan pandangannya. Menurutnya, persoalan utama bukan hanya pada pengembalian uang negara, melainkan juga pada sikap koruptor yang sering kali tidak mengakui perbuatannya. Bahkan, dalam banyak kasus, meskipun bukti di persidangan sudah kuat, koruptor tetap bersikeras tidak bersalah.

“Koruptor seringkali tidak merasa bersalah. Bagaimana cara kita mengubah sikap ini agar mereka mau mengembalikan uang yang dicuri?” ujar Boyamin.

Pentingnya Penegakan Hukum yang Tegas

Dalam konteks pemberantasan korupsi, penegakan hukum yang tegas dan konsisten masih menjadi kunci utama. Pengampunan tanpa hukuman hanya akan menciptakan preseden buruk dan melemahkan upaya pencegahan korupsi di masa depan.

Kritik terhadap pernyataan Presiden Prabowo ini menunjukkan bahwa publik menginginkan kepastian hukum dan langkah tegas dalam memberantas korupsi. Memberikan pengampunan kepada koruptor, meskipun dengan syarat pengembalian uang, dianggap bertentangan dengan semangat penegakan hukum di Indonesia.

Sumber : suara.com

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.