Perpres 82 2018 Korban Tindak Pidana Tidak Dijamin BPJS Kesehatan
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com- Pemerintah mengkategorikan empat tindakan kejadian yang tidak dapat dijamin BPJS Kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden 82 tahun 2018 yang diterbitkan 17 September 2018 lalu.
Perpres 82 merupakan penyempurnaan payung hukum JKN KIS yang sebelumnya pernah dikeluarkan pada 2016 lalu.
Empat kejadian yang tidak dapat dijamin yakni korban tindakan pidana penganiayaan termasuk korban begal, penikaman dan lain-lain tidak dijamin pengobatan oleh BPJS kesehatan.
Selain itu juga tindakan kekerasan seksual, tindakan akibat perbuatan pidana terorisme dan perdagangan manusia.
“Jadi kalau ada tikam-tikaman, atau ditikam, perkelahian itu tidak dijamin BPJS kesehatan,” ujar Kepala BPJS Cabang Balikpapan Endang Diarty dalam penjelasan atas impelementasi Perpres 82 2018 dikantor BPJS Kesehatan, Rabu siang (19/12).
Klausul tersebut tertuang dalam pasal 52 Perpres 82 tahun 2018. Dari kebijakan ini, BPJS kesehatan Balikpapan menginisiasi mengundang kepada pemda dan pihak terkait atas kebijakan ini. “Kita juga mengundang Polres untuk membahas soal tindak pidana ini,” katanya.
“Kenapa kita menginisiasi ?sebenarnya kalau ngak dijamin ya sudah nggak dijamin cuman kan kasian juga kalau kita melihatnya. Ini tidak ada kewenangan BPJS kesehatan untuk mendorong siapa yang menjamin. Karena peraturan perundangan belum ada tapi ada UU bahwa biaya perlindungan saksi dan korban ditanggung biaya oleh LPSK. Jadi kita melaporkan ke LPSK Jakarta bisa ajukan online,” ujarnya.
Tidak sampai disitu prosedurnya, jika sudah melaporkan kasus ini akan dilakukan survey apakah kasus itu dapat ditangani LPSK atau tidak.
Dia juga menyebutkan ada tiga kasus korban penganiayaan yang muncul di Balikpapan dan menjadi complain perserta karena kebijakan baru ini. Alasanya penanganan korban penganiaya ini akan ditanggung lembaga perlindungan saksi dan korban yang baru dibentuk pemerintah pusat.
“Untuk biaya perlindungan saksi dan korban biaya dapat dijamin oleh LPSK dengan mengikuti ketentuan ada. Hanya mekanisme karena bukan di BPJS Kesehatan saya belum tahu detailnya,”tandasnya.
Diarty mengakui adanya perubahan Perpres ini sebagai salah satu upaya pengendalian deficit yang tertuang dalam bauran kebijakan. “bauran kebijakan ini didalam ada sinergsitas pelayaan antara BPJS kesehatan dengan kementerian atau yang memegang program lain seperti Jasa Raharja untuk kecelakaan lalulintas, atau BPJS Ketenagakerjaan untuk penyakit akibat penyakit kerja atau kecelakaan kerja,”jelasnya.
Sinergsitas lainya yakni mengatur mengenai urunan biaya bagi kementerian keuangan dengan Kementerian kesehatan, kementerian dalam negeri dan BPJS kesehatan dalam waktuenam bulan harus menetapkan peraturan perundangan yang dapat menjadi turunan dari Perpres 82 ini.
Endang Diarty juga menjelaskan dalam Perpres tersebut terdapat beberapa hal yang diatur diantaranya pendaftaran bayi baru lahir, status kepesertaan bagi perangkat desa, status peserta ke luar negeri dan lainnya.
“Secara umum, ada beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat salah satunya bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan,” jelasnya.
Diterangkannya, aturan pendaftaran bayi baru lahir itu mulai berlaku 3 bulan sejak Perpres tersebut diundangkan. Jika sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan, maka bayi tersebut berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Khusus untuk bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), maka secara otomatis status kepesertaannya mengikuti orang tuanya sebagai peserta PBI.
“Untuk bayi yang dilahirkan bukan dari peserta JKN-KIS, maka diberlakukan ketentuan pendaftaran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) pada umumnya, yaitu proses verifikasi pendaftarannya memerlukan 14 hari kalender, dan setelah melewati rentang waktu itu, iurannya baru bisa dibayarkan,” terangnya.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau para orang tua untuk segera mendaftarkan diri dan keluarganya menjadi peserta JKN-KIS, agar proses pendaftaran dan penjaminan sang bayi lebih praktis.
Sedangkan perhitungan iurannya sama dengan perhitungan iuran bagi PPU tanggungan pemerintah lainnya, yaitu 2% dipotong dari penghasilan peserta yang bersangkutan dan 3% dibayarkan oleh pemerintah.
Program JKN-KIS merupakan amanah negara yang harus dipikul bersama. BPJS Kesehatan tidak dapat berdiri sendiri mengelola program jaminan kesehatan dengan jumlah peserta terbesar di dunia ini. Masing-masing pihak memiliki peran penting untuk memberikan kontribusi sesuai dengan otoritas dan kemampuannya.
“Perpres Nomor 82 Tahun 2018 juga mendorong kementerian, lembaga, dan para pemangku lainnya untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek hingga mengoptimalkan upaya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Program JKN-KIS. Adanya landasan hukum baru itu, semoga peran kementerian/lembaga terkait, Pemerintah Daerah, manajemen fasilitas kesehatan, dan stakeholder lainnya yang terlibat dalam mengelola JKN-KIS bisa kian optimal,” tandasnya.
BACA JUGA