PGI Dukung Pemindahan Ibu Kota Negara di Kaltim

Ketua Umum PGI Pdt Gomar Gultom

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesian(PGI) menyatakan dukungannya atas pemindahan Ibu Kota Negara ke Kaltim. Hal itu disampaikan Ketua Umum PGI Pdt Gomar Gultom.

“Gereja-gereja di Indonesia melalui persidangan ini mendukung sepenuhnya perpindahan Ibu Kota negara ke IKN di Kaltim,” ujarnya disela-sela Sidang MPL PGI di Hotel Bahtera Balikpapan, Senin (31/01/2023)

PGI menilai pemindahan Ibu Kota Negara sebagai komitmen Pemerintah untuk mempercepat pemerataan pembangunan. Khususnya di luar Pulau Jawa, termasuk Wilayah Timur yang selama ini tertinggal

“Kita melihat ini komitmen bangsa kita untuk mempercepat pemerataan pembangunan yang selama ini terpusat di Jawa sekarang lebih melihat wilayah Timur yang selama ini terabaikan,” ujarnya

Pemindahan Ibu Kota Negara juga dianggap akan semakin pembangunan di daerah. Daerah-daerah Wilayah Timur yang selama ini jauh, akan semakin dekat menjangkau Ibu Kota Negara.

“Tentu daerah-daerah tertinggal selama ini akan makin dekat ke Ibu Kota Negara, akses pebangunan akan semakin cepat dan merata. Itu dukungan kita atas perpindahan Ibu Kota Negara ini,” ujarnya

Namun disisi lain, PGI juga mengingatkan Pemerintah agar tak mengabaikan hak-hak masyarakat adat atau masyarakat setempat khususnya di Sepaku Semoi, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU)

“Namun pada saat yang sama kita juga berharap, hak-hak dari masyarakat adat atau masyarakat asli penghuni desa Semoi, Kabupaten PPU tidak terabaikan dengan pembangunan ini,” ujarnya

PGI tak ingin ada masyarakat adat atau warga setempat yang menjadi korban karena pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Karena yang berkorban adalah mereka yang memiliki harta berlimpah.

“Kita belajar dari pembangunan di beberapa tempat, atas nama pembangunan banyak masyarakat yang di korbankan,” ujarnya

“Kalau mau di korbankan atau yang berkorban mestinya mereka yang kuat, mereka yang kaya itu yang berkorban demi pembangunan ini,”

Justru kata dia, masyarakat adat atau warga setempat yang pertama merasakan dampak positif atas pindahnya Ibu Kota Negara. Tidak seperti di sejumlah negara, masyarakat adat jadi korban.

“Jadi kta berharap sekali lagi, masyarakat sekitar harus yang pertama-tama menikmati perpindahan Ibu Kota ini dan jangan sebaliknya,” ujarnya

“Kita lihat misalnya, masyarakat aborijin di Australia yang tergusur atau Indian di Amerika yang tergusur atau orang-orang  Betawi di Jakarta yan tergusur. Kita tidak menghendaki hal itu terjadi,”

Karenanya hak-hak masyarakat adat dan warga setempat tidak terabaikan. Karena pembangunan. “Karena itu sekali lagi kebijakkan pembangunan ini kitanya juga juga memperhatikan hak-hak masyarakat setempat,” ujarnya

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.