Presiden Jokowi Diminta Agar Mendesak Kapolri Membuat Aturan Larangan Penggunaan Gas Air Mata

Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang / ist

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian meminta kepolisian menghentikan penggunaan gas air mata saat berhadapan dengan aksi-aksi masyarakat.

Dalam pernyataan sikapnya Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan bawahan dan jajarannya untuk menghentikan penggunaan gas air mata dalam menghadapi unjuk rasa masyarakat Pulau Rempang dan Pulau Galang.

Meminta Presiden Joko Widodo agar memerintahkan Kapolri dan jajarannya untuk membuat Peraturan Kapolri tentang larangan penggunaan gas air mata dalam pengendalian massa atau huru-hara,

“Seperti pelarangan total penggunaan gas  air mata di setiap kompetisi olahraga yang terbit pasca tragedi Kanjuruhan. Gas air mata seharusnya tidak bisa digunakan untuk aktivitas apapun,” demikian dikutip dalam siaran persnya.

Presiden memerintakan Kapolri dan jajarannya untuk menghentikan penyidikan puluhan warga Pulau Rempang dan membebaskan mereka dari segala jerat hukum.

“Aksi demonstrasi adalah hak asasi dan negara melalui Presiden harus menegaskan kembali fungsi kepolisian untuk melindungi semua warga negara Indonesia, termasuk masyarakat Pulau Rempang dan Pulau Galang,”

Presiden Jokowi agar mengambil langkah pemulihan bagi para korban, termasuk warga adat, korban perempuan, anak, dan lansia yang terpapar gas air mata.

“Presiden harus melakukan langkah tegas dengan melakukan pemotongan anggaran Polri 2024 sebagai bentuk pendisiplinan bagi Kepolisian yang telah menggunakan perangkat untuk melakukan represi terhadap warga,”

Seperti dketahui, hingga kemarin (11/09/2023) aparat kepolisian kembali menembakkan gas air mata terhadap massa aksi yang menolak penggusuran di Pulau Rempang, Batam.

Penembakan gas air mata itu merupakan tindakan Polresta Barelang untuk memaksa masyarakat Melayu mundur dan membubarkan diri dari lokasi BP Batam.

Sejak pagi harinya, warga Pulau Rempang dan Galang berdemonstrasi di BP Batam terkait penangkapan dan penahanan puluhan warga Rempang pasca penolakan pemasangan patok batas di Pulau Rempang 7 September lalu.

Meskipun sudah beredar luas di media ada tujuh warga yang ditangguhkan penahanannya tadi malam, akan tetapi, hingga kini mereka masih berstatus tersangka.

Padahal aksi brutalitas penembakan gas air mata oleh aparat polisi tersebut sudah menyebabkan puluhan orang, termasuk balita dan lansia mengalami luka-luka serta ratusan anak Sekolah Dasar mengalami trauma karena proses belajar yang dihentikan paksa dan dibubarkan.

Dari peristiwa ini, terlihat bahwa sesungguhnya aparat kepolisian tidak belajar dari tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan lebih dari 135 orang akibat penembakan gas air mata.

“Pasca tragedi Kanjuruhan tersebut, kami mencatat pula beberapa peristiwa penembakan gas air mata yang terjadi berulang dan memakan korban.

Diantaranya, asus penembakan gas air mata kepada para suporter bola di luar Stadion Jatidiri, Semarang, Jumat, 18 Februari 2023. Penembakan Gas Air Mata terhadap warga Dago Elos Senin, 14 Agustus 2023

Penembakan gas air mata ke dalam lingkungan kampus Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Utara pada 12 Juni 2023. Penembakan Gas Air Mata di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau pada 7 September 2023 yang mengenai anak-anak dan balita

Penembakan Gas Air Mata di Pulau Rempang di depan BP Batam pada Senin, 11 September 2023

Apabila ditelisik lebih dalam lagi, dari riset ICW dan Trend Asia, sepanjang 2015-2022 terdapat 144 kejadian penembakan gas air mata. Jumlah kasus penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian mulai naik trennya sejak 2019, sebanyak 29 kasus, dan terus meningkat hingga saat ini.

Kajian tersebut juga menemukan bahwa total anggaran pengadaan gas air mata sepanjang 2013-2022 sebesar Rp 2,01 Triliun yang mencakup 45 kegiatan pembelanjaan seperti amunisi, pelontar, sampai drone. Pada 2022 saja, Polri punya anggaran senilai Rp 49 Miliar untuk pengadaan 1.857 unit pepper projectile launcher.

Padahal berdasarkan Peraturan Kapolri tentang Penindakan Huru-Hara, Prosedur Kapolri tentang Penanggulangan Anarki, maupun Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, penggunaan gas air mata bukan menjadi pilihan pertama dalam mengambil tindakan saat menghadapi keadaan huru-hara/anarki.

Bahkan pasca tragedi Kanjuruhan, Peraturan Kapolri diterbitkan untuk pelarangan total penggunaan gas air mata di setiap kompetisi olahraga.

Artinya, penggunaan kekuatan aparat berbasis senjata kimia yang ditujukan kepada penduduk sipil memang sudah seharusnya tidak digunakan dan hanya akan menimbulkan jatuhnya korban (jiwa dan luka) alih-alih membubarkan massa.

Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian terdiri dari YLBHI, PBHI, KontraS, AJI Indonesia, ICW, ICJR, Kurawal, WALHI, LBH Masyarakat, IMPARSIA, YLBHI, LBH Pekanbaru, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), WALHI Riau dan Trend Asia

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.