Presiden Tegaskan Penegakkan Hukum Harus Adil

JOKOWI: GUNAKAN KEWENANGAN DENGAN WAJAR DAN TERUKUR

Sebelum amandemen UUD 1945, yang berbunyi bahwa “Indonesia adalah negara yang berdasar atas negara hukum”. Sedangkan setelah dilakukannya amandemen UUD 1945 yaitu “Negara Indonesia adalah negara hukum.”

Indonesia merupakan negara hukum. Oleh karena itu, hukum harus dipatuhi dan ditegakkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya menanggapi peristiwa yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir ini, yaitu tewasnya 4 orang warga Sigi dan 6 orang anggota Front Pembela Islam (FPI).

Presiden menegaskan bahwa sudah menjadi kewajiban bagi para penegak hukum untuk menegakkan hukum tersebut secara adil.

“Saya tegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hukum harus dipatuhi dan ditegakkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, melindungi kepentingan bangsa dan negara. Sudah merupakan kewajiban aparat penegak hukum untuk menegakkan hukum secara tegas dan adil. Aparat hukum dilindungi oleh hukum dalam menjalankan tugasnya,” ujar Presiden Joko Widodo usai berolah raga sepeda di Istana Kepresidenan Bogor, Minggu pagi, 13 Desember 2020.

Berdasarkan hal itu, masyarakat tidak diperbolehkan untuk bertindak semena-mena dan melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan masyarakat, apalagi bila perbuatannya itu sampai membahayakan bangsa dan negara. Aparat hukum juga tidak boleh gentar dan mundur sedikitpun dalam melakukan penegakan.

Namun, dalam menjalankan tugasnya, Presiden mengingatkan aparat penegak hukum pun harus mengikuti aturan hukum, melindungi hak asasi manusia, dan menggunakan kewenangannya secara wajar dan terukur.

“Jika terdapat perbedaan pendapat tentang proses penegakan hukum, saya minta agar gunakan mekanisme hukum,” kata Presiden.

Menangapi statment Jokowi tersebut Pakar Komunikolog Indonesia, Emrus Sihombing menghimbau kepada seluruh pihak untuk menghargai proses hukum yang tengah berlangsung.

“Terlepas dari pandemi (COVID-19), intervensi terhadap proses hukum oleh siapapun dalam bentuk apapun tidaklah dibenarkan,” Tegas Emrus saat dihubungi wartawan.

Dia juga menjelaskan, pelarangan berkerumun yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Satgas Penanganan COVID-19, adalah bentuk kecintaan pemerintah terhadap rakyatnya.

“Pemerintah tidak ingin rakyatnya terkena virus corona, jadi dilarang untuk berkerumun, sesama masyarakat juga harus saling melindungi dari COVID-19 ini,”.

Lebih lanjut, Emrus mengatakan jika pemerintah saja menyangi masyarakatnya, seharusnya masyarakat lebih menyayangi dirinya dan keluarganya. Tindakan nyata dari kasih saying itu, diwujudkan dengan tidak berkerumun yang berpotensi menimbulkan penularan COVID-19 dari satu orang ke orang lain, dan akhirnya membawa COVID-19 ke rumah serta menularkan keluarga mereka.

Dosen Universitas Pelita Harapan (UPH) itu dengan tegas mengutip kata-kata yang sering diucapkan oleh Presiden dan Kapolri, “Salus Populi Suprema Lex Esto, keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi,”.

Emrus menyarankan, jikalau aksi demonstrasi tetap hendak digelar, sebaiknya digelar secara daring atau online dengan memanfaatkan aplikasi rapat daring yang ada.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.