Regulasi Hambat Pembangunan Pabrik Mini Minyak Kelapa Sawit
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Hingga kini petani kelapa sawit kesulitan mebangun pabrik mini minyak kelapa sawit. Hal itu dilaporoan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) ke Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin
“Sampai saat ini tidak bisa, karena ada hambatan- hambatan, [adapun] salah satu hambatan itu ada peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian,” ujar Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi dikutip inibalikpapan.
Padahal kata dia, Presiden dan Wapres menginginkan agar para petani sawit yang di dalamnya juga berasal dari kalangan pondok pesantren, gereja, dan berbagai komunitas agama lainnya dapat membangun pabrik mini minyak kelapa sawit sendiri.
“Inginnya Presiden dan Wapres bagaimana agar petani yang tergabung dalam Apkasindo ini juga bisa mendirikan pabrik-pabrik kecil sehingga mereka bisa mandiri. Dan keuntungannya bisa lima kali lipat kalau misalnya mereka punya pabrik sendiri,” ujarnya.
Karrenanya, Wapres akan memanggil Menteri Pertanian dan Menteri Keuangan, termasuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang menghimpun dana- dana sawit guna membahas persoalan tersebut, serta melaporkan hasilnya kepada Presiden.
“Karena dana-dana sawit itu sekarang sudah cukup besar, lebih dari 100 triliun rupiah, banyak digunakan oleh [program B35] Biodiesel yang pada akhirnya mengalir kepada pengusaha-pengusaha sawit besar, sementara para petani sawit menengah dan kecil ini ingin mendirikan pabrik mini belum bisa,” urainya.
Dia mencontohkan bahwa akibat petani sawit belum dapat membangun pabrik mini minyak kelapa sawit sendiri, para petani sawit di Pegunungan Arfak, Papua Barat, merugi sekitar 30 miliar rupiah per tahun.
“Daerah Pegunungan Arfak di Papua Barat itu sangat jauh, tidak bisa sawitnya dijual, sehingga tidak bisa dipanen dan kerugian setahun itu bisa mencapai 30 miliar rupiah, uang [hilang] percuma dari para petani sawit,” ujarnya
“Ini saya kira sangat mengenaskan, tadi ada perwakilan dari Papua Barat yang bilang bahwa kami lapar karena kami tidak bisa menjual dan memproduksi [minyak] sawit melalui pabrik mini,”
Sebelumnya, Ketua Umum APKASINDO Gulat Manurung melaporkan bahwa usaha sawit saat ini memiliki prospek yang cukup baik. Bahkan, program santripreneur berbasis sawit yang digagas Wapres diduplikasi kalangan gereja dengan nama Pastorpreneur berbasis sawit.
“Jadi pastor-pastor, suster-suster, mengangkat angkong, membawa bibitan [sawit] di suatu daerah, di Riau agak pelosok, mereka membawa bibitan sudah 100 ribu batang. Dan tujuan mereka sebenarnya bukan berbisnis, tetapi tujuan mereka adalah memberikan bibit ke masyarakat dengan sertifikasi unggul dengan harga diskon,” imbuhnya.
Bahkan, menurut Gulat, saat ini rata-rata petani sawit per hektar lahan memperoleh pendapatan 1 sampai 2 juta rupiah per orang. “Kalau rata-rata petani itu memiliki 4,14 hektar, per petani sudah mendapatkan uang minimum 8 juta rupiah per bulan. Sudah bisalah untuk menyekolahkan anak,” ujarnya
BACA JUGA