Soal Mitos Vaksin Salah, Faktanya Vaksin Aman
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Berbagai negara di dunia saat ini tengah dalam penelitian untuk menemukan vaksin COVID-19, termasuk Indonesia. Uji klinik vaksin Sinovac, telah masuk tahap III dan selesai melakukan penyuntikan kepada seluruh relawan.
Penelitian tersebut dikawal langsung oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan keamanan, dan kemanjurannya sebelum nantinya digunakan masyarakat.
Pelaksanaan uji klinik ini harus memenuhi aspek ilmiah dan menjunjung tinggi etika penelitian sesuai pedoman cara uji klinik yang baik. Sejauh ini hasil uji klinik fase III dinyatakan aman dan tidak ditemukan reaksi berlebihan.
Kendati demikian masih beredae mitos-mitos mengenai vaksin di masyarakat yang perlu diklarifikasi oleh para ahli, guna memberikan pemahaman dan fakta yang benar dan menyeluruh bagi masyarakat.
Sebagian besar masyarakat sudah mempercayai dan mengakui kegunaan vaksin bagi pencegahan infeksi penyakit menular, akan tetapi masih ada sedikit dari masyarakat yang meragukan keamanan dan kemanjuran vaksin, termasuk meragukan keamanan vaksin COVID-19 yang masih dalam proses pengujian.
“Mitos seputar vaksin cukup banyak, masyarakat harus pandai memastikan informasi yang benar. Hal yang tidak masuk akal, harus kita tinggalkan. Terutama harus hati-hati untuk membagikannya dengan orang lain”, ujar Prof. Dr. dr. Cissy Kartasasmita , Sp.A (K), M.Sc, Guru Besar Fakultas Keokteran Universitas Indonesia.
Vaksin sendiri merupakan cara mencegah infeksi penyakit tertentu dengan efisien dan efektif. Vaksin terbukti mampu mencegah banyak penyakit seperti, BCG, Polio, Hepatitis B, Campak, Rubela, Hib, PCV, Influenza, Dengue, HPV.
“Yang perlu diketahui pula, apabila kita melakukan imunisasi pada banyak orang maka akan timbul yang disebut dengan imunitas populasi atau dikenal dengan herd immunity. Ini akan melindungi orang lain yang belum atau tidak bisa diberi vaksin seperti, bayi atau orang dengan penyakit gangguan imun”, ujar Prof. Cissy Kartasasmita.
Penolakan yang luas terhadap vaksin COVID-19 justru menghambat terciptanya kekebalan kelompok yang diinginkan. Minimal cakupan imunisasi COVID-19 mencapai 70% dari jumlah populasi.
Terkait proses pembuatan vaksin yang cepat, Prof. Cissy mengatakan. “Teknologi dan kemampuan sumber daya yang maju, serta ketersediaan biaya, mempercepat proses penemuan vaksin COVID-19, dimana fase-fase yang harus dilalui dilakukan secara paralel”.
Laporan keamanan uji klinik vaksin COVID-19 fase satu dan dua telah dipublikasikan pada publikasi internasional dan menunjukkan hasil yang baik.
Hasil tersebutlah yang menarik minat lebih dari 2000 relawan untuk berpartisipasi pada uji klinik fase tiga di Bandung. Dari 2000 relawan tersebut, 1620 relawan memenuhi syarat untuk berpartisipasi hingga saat ini telah selesai divaksinasi dan menuggu laporan hasil uji resminya.
Menjawab efek samping vaksin COVID-19 yang telah diuji coba pada ribuan relawan di Indonesia, Prof. Cissy mengatakan, “Tidak ditemukan efek samping yang berat, info atau berita mengenai adanya yang meninggal, sakit berat, sakit punggung, itu tidak terbukti dari hasil uji klinik vaksin COVID-19. Setelah dilakukan penelitian, kejadiannya ternyata tidak berhubungan langsung dengan vaksinasi”.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Cissy juga menghimbau kepada orang tua untuk tetap rutin memberikan vaksin kepada anak-anak dan balita. Ada 12 program imunisasi nasional yang diberikan gratis pada anak-anak dan balita. Dalam kondisi pandemi, pemberian vaksin rutin diberikan, agar tidak menjadi pandemi yang lain nantinya.
“Yang paling rawan di sini campak. Campak sangat mudah menular. Imunisasi pada bayi itu yang paling utama, jadi tidak betul bayi tidak boleh diimunisasi”, kata Prof. Cissy.
“Vaksin adalah salah satu cara kita untuk terlindungi dari infeksi penyakit tertentu. Namun kita tetap harus melakukan perilaku 3 M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak aman) secara disiplin, sampai akhir pandemi nanti”, tutup Prof. Cissy. (sumber/covid19.go.id)
BACA JUGA