Soal Sorotan Larangan Seks di Luar Nikah, Sandiaga Uno Minta Turis Asing Tak Ragu Wisata ke Indonesia
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Indonesia kini tekal memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), setelah sepakat disahkan DPR dan Pemerintah, meski mendapat protes dari sejumlah kalangan.
Pengesahan KUHP tersebut, mendapat sorotan dari media asing. Pasal yang menjadi sorotan yakni larangan seks di luar nikah. Ada hukuman pidana penjara hingga sanksi dengan mencapai Rp 10 juta jika melanggar
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno minta turis asing tak perlu ragu untuk berwisata ke Indonesia.
Saat ini pemerintah bersama stakeholder terkait sedang menyusun aturan detail dan SOP aktivitas wisata yang dapat menjamin keamanan serta kenyamanan wisatawan yang berkunjung.
Di samping itu, sosialisasi terus dilakukan tidak hanya ke kalangan industri pariwisata namun juga ke wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara agar tidak terjadi salah tafsir atau kesalahpahaman terhadap KUHP ini.
“Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) meyakinkan seluruh wisatawan yang ingin berkunjung, untuk tidak ragu berlibur dan melakukan aktivitas wisata di Indonesia,” ujar Sandiaga dikutip dari laman Kemenparekraf.
“Bahwa konstitusi yang berlaku di Indonesia akan tetap menjamin ruang privat masyarakat dan seluruh wisatawan yang berkunjung,”
Dia menjelaska, KUHP merupakan perwujudan terhadap berjalannya sistem negara yang konstitusional yang tujuan utamanya adalah melindungi masyarakat Indonesia. Dan regulasi tersebut baru akan berlaku 3 tahun setelah disahkan.
Sebenarnya tidak ada perubahan substantif terkait pasal tersebut jika dibandingkan Pasal 284 KUHP lama. Perbedaannya hanya terletak pada penambahan pihak yang berhak mengadu. Ancaman hukuman baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan.
Aturan ini mengatur pihak yang dapat mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Sedangkan bagi orang yang tidak terikat perkawinan adalah orang tua atau anaknya. Tanpa adanya pengaduan oleh orang yang sah secara hukum, maka tidak ada pihak yang berhak melakukan tindakan hukum.
“Pasal terkait perzinaan dan kohabitasi (perihal tinggal serumah tanpa ikatan perkawinan) juga bersifat delik aduan, sehingga dalam praktiknya tidak secara langsung berdampak bagi seluruh wisatawan yang berkunjung,” kata Sandiaga.
BACA JUGA