Tak Ada Toleransi untuk Kekerasan Seksual di Kampus, Pelaku Harus Dihukum Berat

JAKARTA, Inibalikpapan.com — Ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa tidak boleh ada toleransi terhadap kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
Ia menekankan pentingnya hukuman maksimal bagi pelaku, guna menegakkan keadilan dan menjaga integritas dunia akademik.
“Pelaku kekerasan seksual harus dihukum seberat-beratnya. Tidak boleh ada sedikit pun toleransi,” tegas Puan, dikutip dari laman DPR.
Kasus Kekerasan Seksual di UGM Jadi Sorotan
Pernyataan ini merespons kasus terbaru yang mengguncang dunia pendidikan tinggi: seorang Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial EM, dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap belasan mahasiswi di kediamannya.
Dugaan tindakan tersebut berlangsung selama 2023–2024 dengan modus bimbingan skripsi atau tesis di luar kampus. Padahal, UGM telah menetapkan bahwa kegiatan akademik wajib dilakukan di lingkungan kampus.
“Tindakan ini mencoreng nama baik institusi pendidikan tinggi dan merusak kepercayaan publik terhadap integritas akademik,” ujar Puan.
Kampus Harus Jadi Ruang Aman, Bukan Tempat Pelecehan
Puan menegaskan bahwa kampus seharusnya menjadi ruang aman dan bermartabat, bukan tempat yang mengancam masa depan mahasiswa.
“Kampus adalah benteng etika dan peradaban. Jangan biarkan pelecehan seksual terjadi secara berulang hanya karena relasi kuasa,” katanya.
Ia juga meminta aparat penegak hukum menangani kasus ini secara transparan dan adil, tanpa pandang bulu. “Hukum harus ditegakkan, bahkan jika pelakunya adalah guru besar. Tidak boleh ada kekebalan hukum,” tegas Puan.
Dorongan Evaluasi Sistem dan Reformasi Tata Kelola Kampus
Puan mendorong audit menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan akademik, terutama terkait pembimbingan mahasiswa yang rawan penyalahgunaan wewenang.
“Relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa adalah akar masalah. Korban sering takut melapor karena khawatir nilai akademik mereka terdampak,” jelasnya.
Ia juga meminta pemerintah melalui Kemendikti Saintek untuk memperkuat implementasi Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
“Satgas PPKS harus diberi kewenangan lebih luas dan tidak hanya menjadi formalitas,” kata Puan.
Usulan Pusat Pendampingan Nasional dan Pelaporan Aman
Puan mengusulkan pembentukan pusat krisis dan pendampingan korban kekerasan seksual tingkat nasional, yang bersifat independen dari kampus dan dapat diakses 24/7.
Ia juga mendorong edukasi publik secara terus-menerus tentang bahaya relasi kuasa di dunia pendidikan. “Kita harus membangun sistem pelaporan yang aman dan menjamin perlindungan bagi korban serta saksi,” tambahnya.
DPR RI Kawal Reformasi Pendidikan Tinggi
Puan menegaskan bahwa DPR RI akan terus mengawal kasus ini secara serius dan mendorong reformasi sistemik demi mewujudkan lingkungan pendidikan yang adil, aman, dan bebas dari kekerasan seksual.
“Lingkungan pendidikan harus menjadi tempat tumbuhnya intelektualitas dan nilai luhur, bukan ruang penyalahgunaan kuasa,” tutupnya.
BACA JUGA