Tantangan Indonesia, Presiden IPA Perkirakan Indonesia Akan Jadi Net Importir Gas 2022

Konferensi Pers Konvensi dan Pameran IPA ke 42 Tahun 2018 di Jakarta Convention Center (2/5/2018) oleh Presiden IPA Ronald Gunawan dan Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Huku (SKK Migas) Amin Sunaryadi). Kegiatan IPA dihadiri Presiden Jokowi.

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Seiring dengan terus menurunnya produksi minyak dan gas (Migas) secara nasional, Indonesian Petroleum Association (IPA) memperkirakan Indonesia akan menjadi net importir untuk gas di tahun 2022. Perkirakan itu menjadi salah satu tantangan industri migas secara nasional, mengingat produksi migas menurun.

Peryataan itu disampaikan langsung oleh Presiden IPA Ronald Gunawan saat pembukaan Konvensi dan Pameran IPA ke 42 Tahun 2018 di Jakarta Convention Center, hari ini (2/5/2018). IPA ke 42 ini langsung dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo untuk pertama kalinya yang dihadiri ribuan peserta dan 116 perusahaan peserta pameran 2018. Turut hadir pula Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Energi Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Kepala SKK Migas Amin Sunaryadi.
 
Ronald menyebutkan dengan kondisi hulu migas Indonesia terus mengalami penurunan maka pada konvensi pameran yang ke 42 tahun ini mengambil tema mendorong industri migas dengan meningkatkan kembali daya saing sektor hulu migas Indonesia di level global sebagai salah satu pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh para pemangku kepentingan di sektor migas.
 
“Perlu upaya meningkatkan kembali daya saing sektor hulu migas Indonesia di level global dan ini menjadi pr bagi pemangku kepentingan sektor ini,” katanya saat pembukaan Konvensi dan Pameran ke 42 Tahun 2018.

Berdasarkan World Energy Outlook 2017 oleh International Energy Agency (IEA), minyak dan gas bumi masih akan tetap menjadi energi utama di dunia dalam 20-30 tahun ke depan, dimana porsi energi dari migas masih di atas 50 persen.

Di Indonesia, Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 menetapkan target porsi energi dari migas di tahun 2050 adalah sebesar 44 persen dari total energi nasional.

“Dari data itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa minyak dan gas bumi masih menjadi tulang punggungg energi nasional dalam 20-3- tahun ke depan,” ucap Ronald di hadapan ribuan peserta.

Sehingga tantangan Indonesia menurutnya, terkait status Indonesia yang telah menjadi negara net importir minyak bumi sejak tahun 2002. Dengan menurunnya produksi migas nasional diperkirakan Indonesia akan menjadi net importir untuk gas di tahun 2022.

“Ini menjadi tantangan yang besar karena eksplorasi untuk menemukan cadangan migas baru telah bergeser ke daerah frontier dan laut dalam memerlukan investasi awal cukup besar dan teknologi yang tinggi,” terangnya.

 

IPA juga menyadari bahwa berbagai perbaikan dan penyelarasan kebijakan untuk industri migas telah dilakukan pemerintah. Dia menambahkan pemerintah telah merevisi, menerbitkan aturan baru, atau bahkan memangkas aturan yang dianggap menghambat operasional.

“Harapannya agar perbaikan iklim investasi migas di Indonesia ini terus dilanjutkan sehingga dapat meningkatkan jumlah serta mempercepat proyek-proyek migas untuk berproduksi,” harapnya.

 Presiden Joko Widodo mengungkapkan sektor migas memiliki pengeluaran yang tidak sedikit untuk kebutuhan eksplorasi hingga produksi. Nilainya pun mencapai ratusan triliun rupiah.
 
“Pengusaha-pengusahanya menggeser sana-sini bukan hanya puluhan triliun, tapi ratusan triliun tiap tahun,” sebutnya.

Selain itu, ia mengatakan pemerintah mempermudah dan penyederhanaan perizinan untuk sektor migas dalam menarik investor dari luar. “Dalam bulan ini pemerintah akan meluncurkan sistem perizinan online. Jadi nanti cukup satu pintu,” tegas Jokowi.

Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyebutkan peran industri hulu migas sebagai salah satu kontributor pertumbuhan ekonomi Indonesia. Karenanya pemerintah terus berusaha untuk melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kemudahan proses bisnis di Indonesia dengan mengurangi jumlah perizinan serta reformasi birokrasi dilakukan demi mendorong investasi di Indonesia.

“Meskipun kontribusi sektor migas ke penerimaan negara menurun, namun tidak dapat dipungkiri bahwa industri ini tetap merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi dan menjadi katalisator perkembangan daerah,” tambah Jonan.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.