Upaya Menuju Subsidi Tepat Sasaran, Perlu Aturan Tegas Soal Pengecer LPG 3 Kg

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com –  Belum adanya aturan yang lebih tegas soal pengguna gas LPG 3 Kg (gas subsidi), menyebabkan penerapan subsidi tepat sasaran sulit direalisasiikan. 

Bahkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pengguna gas subsidi banyak dinikmati masyarakat mampu.

Padahal di badan tabung melon tertulis hanya untuk masyarakat miskin.  Karena ketiadaan aturan yang tegas, masyarakat rumah tangga mampun pun ikut menikmati hak orang miskin.

Seharusnya dilakukan revisi aturan yang lebih tegas. Yakni pengguna  gas subsidi hanya diperuntukan bagi orang miskin dan pelaku usaha kecil.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 tahun 2007 yang berlaku hingga sekarang ini, hanya menyebutkan pengguna gas LPG 3 kg bagi rumah tangga dan pelaku usaha kecil (UMKM). Sehingga sulit bagi pertamina termasuk pemda dan aparat menegakkan konsep subsidi tepat sasaran. 

Kesannya aturan tersebut hanya menjadi sekedar himbauan saja atau hanya dalam  konteks penegakan etika.

Disparitas Harga LPG 3 Kg

Tingginya perbedaan harga gas subsidi dengan non subsidi membuat oknum masyarakat atau pelaku usaha melakukan kecurangan. Disparitas harga gas LPG subsidi dan non  subsidi memang jauh sekali. Kondisi dimanfaatkan oknum untuk mengambil untung. 

Contohnya di pangkalan Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG 3 kg ditetapkan Rp 19 ribu per tabung. Sedangkan harga gas non subsidi bright gas 5,5 kg sebesar Rp80 ribu. Belum lagi harga gas 12 kg dipasaran harga jual Rp200 ribu pertabung.

Apalagi untuk mendapatkan gas subsidi tidak mudah. Warga harus antri meskipun panas/hujan saat kiriman gas melon datang ke pangkalan. Pembeli juga wajib menggunakan KTP per 1 Januari 2024. 

Tingginya perbedaan harga jual dan sulitnya  mendapat gas LPG 3 kg ini menjadi celah lebar oknum pangkalan bermain dengan pengecer /warung.  Kondisi ini memang sulit untuk dibuktikan secara kasat mata/tangkap tangan. Tapi pada prakteknya kondisi ini ditemukan.

Tim Sales Patra Niaga Kalimantan bersama Eksekutif General Manager Alexander Susilo melakukan survei di empat  pangkalan di kawasan Kelurahan Gunung Sari Ilir, Balikpapan Tengah, pada bulan Agustus 2024 lalu. Hasilnya tidak ditemukan penyimpangan dalam penyaluran.

Namun, ketika melakukan survei ke pengecer/warung di jalan Mekarsari Toko Utama, Kelurahan Gunung Sari ilir, Balikpapan Tengah harga jual mencapai Rp 40 ribu pertabung LPG 3 kg.

Pemilik warung mengaku mendapatkan pengiriman barang setiap dua hari sekali sebanyak 10 tabung untuk gas LPG 3 kg.

“Saya dapat harga dari yang nganter Rp 36 ribuan pertabung. Dikirim 2 hari sekali ada 10 tabung,” ucap pemilik warung yang enggan menyebut namanya.

Saat penulis melintas di area warung pengecer tersebut, satu unit motor terlihat sedang menurunkan beberapa gas LPG 3 kg. Pengguna motor membawa gas subsidi tabung melon di bagian depan dan belakang jok motor sisi kiri dan kanan.

Juhardi (50) seorang warga Gunung Sari Ilir mengaku, membeli di pengecer karena menghindari antrian. Dirinya juga tidak mengetahui jadwal pengantaran dari agen ke pangkalan.

“Paling mahal pernah Rp 50 ribu. Sebelumnya Rp 35 ribu kalau sekarang per tabung Rp 40 ribu,” ujar Juhardi.

Harga gas 3 kg di warung/pengecer Rp40 ribu berlaku sejak beberapa bulan lalu hingga sekarang ini. 

Tidak Ada Aturan Tegas

Erfan (30) seorang warga yang berjualan roti mengaku, membeli gas 3 kg di warung. Gas digunakan untuk membuat roti yang dijual di kawasan Gunung Guntur.

“Antrinya lama  kalau di pangkalan. Ini beli Rp 40 ribu,” kata Erfan warga Pasar Baru, Kota Balikpapan.

Tidak adanya aturan soal penjualan gas subsidi di tingkat pengecer, otomatis membuat oknum masyarakat secara leluasa memainkan harga. 

Pemilik warung bersama oknum pangkalan bisa bermain dalam menentukan harga jual gas 3 kg di pengecer. Di Kota Balikpapan harga paling murah Rp30 ribu hingga Rp 40 ribu per tabung untuk gas 3 kg.

Alexander Susilo mengaku, pengawasan harga gas 3 kg hanya di tingkat pangkalan. Pihaknya tidak dapat mengatur soal harga gas di tingkat pengecer atau warung. Karena itu, melambungnya harga gas 3kg lebih banyak terjadi di tingkat pengecer. 

“Isu itu lebih banyak terjadi di pengecer itu diluar kita. Pengecer itu tidak lagi ada HET. Memang yang ingin kita lihat kondisi subsidi tepat sasaran pengaruhnya di pengecer seperti apa. Apakah ini berpengaruh harganya terlalu jauh atau tidak. Ini akan kita laporkan untuk diambil kebijakan yang diperlukan apabila ada hal-hal antisipasi kedepan,”  kata Alexander Susilo, usai sidak ke pangkalan milih Ahmad Bayasut di kawasan Gunung Sari Ilir, Gunsar, Balikpapan Tengah.

Ahah Jabbar manager Sales Patra Niaga Kaltimra menambahkan, sidak yang dilakukan lebih melhat keberadaan stok barang dan pencatatan pembeli yang berhak atas gas 3 kg di pangkalan.

“Rata-rata 4 pangkalan yang disurvei kondisi tabung habis. Akan dikirim hari ini artinya ada refill untuk distribusi gas,” ujarnya.

Untuk pencatatan pembeli menggunakan KTP sudah dilakukan dengan baik oleh pangkalan melalui pencatata MAP. Ahad menambahkan, pangkalan juga menjual gas elpigi bright gas sebagai subsitusi jika gas 3 kg kosong.

“Kondisi gas 3 kg insyallah aman dan dalam kondisi stabil.  Gas 3 kg ini kan memiliki kuota dan kami di Kalimantan sudah menyalurkan barang subsidi sesuai kuota yang ditentukan pemerintah,” ucapnya.

Ketika kebutuhan gas subsidi tdak terpenuhi dalam arti kurang, maka Pertamina menyediakan barang subtitusi silang yakni produk bright gas 5,5 kg atau 12 kg. 

Masyarakat Cari Produk Yang Harganya Lebih Murah 

Prinsip ekonomi, warga atau masyarakat akan cendrung mencari produk yang harga jauh lebih rendah atau lebih murah.  Situasi ini pun terjadi dalam distrbusi gas 3 kg di Kota Balikpapan. 

Perlu aturan yang lebih tegas dan jelas mengenai siapa yang berhak menggunakan gas subsidi 3 kg. Apakah rumah tangga atau rumah tanggan tidak mampu/miskin. Untuk pelaku UMKM apakah usaha mikro dengan omzet dibawah Rp75 juta atau diatas. Aturan detail soal itu belum jelas diatur dalam Perpres.

Sementara pemda juga tidak diberikan ruang untuk mengatur harga dtingkat pengecer. Seharusnya, pemerintah  pusat memberikan kewenangan untuk membantu mengatur harga di tingkat pengecer.

Lagi-lagi pengawasan akan mandul jika aturan yang ada, masih banyak celah hukum untuk dakali. Jika tidak ada aturan yang jelas dan tegas maka pengaturan dan penerapan subidi tepat sasaran masih jauh dari harapan. 

Kasus kelangkaan, harga tinggi dan pengguna subsidi tidak tepat sasaran akan terus berulang-ulang.

Pemerintah dan Pertamina akan terkuras waktu dan energinya untuk mengurus dan menjaga subisid tepat sasaran. Sebab aturan mainnya belum dbuat detail. 

Penegakkan hukum dan implementasinya tidak cukup hanya mengandalkan himbaun atau etika moral tapi sanksi yang jelas dari aturan yang dibuat.

Dosen Ekonomi Universitas Mulawarman Dr. Hairul memberikan kesan bahwa ketiadaan aturan membuat keleuasaan bagi banyak pihak untuk “bermain” sehingga harga gas 3kg melambung. 

“Bagimana jika lebih dipertajam pada “penegakan aturan”. Jika aturan yang ada dianggap kurang maka, minimal itu harus ditegakkan secara maksimal,” tandasnya. 

Namun pertanyaannya, apakah ada petunjuk pelaksanaan di lapangan (juknis) tentang siapa bertanggungjawab terhadap apa. 

“Karena (i) perlu database untuk menentukan siapa yg berhak/tidak berhak, (ii) siapa pengawas dilapangan, (iii) sejauh mana para pihak memiliki wewenang penagakan,” ulasnya.

Temuan penjualan gas LPG 3 kg diwarung-warung (di luar pengecer resmi) berarti rantai penjualan menjadi semakin panjang.  Menurutnya semakin panjang rantai berarti harga menjadi semakin tinggi ketika sampai di konsumen akhir. 

“Sehingga perlu untuk memperpendek rantai pemasaran tersebut,” tuturnya.

Sementara, kewenangan Pemda hanya sebatas pengajuan kouta dan menetapkan harga eceran tertinggi. Di Kota Balikpapan, pemda juga tidak memiliki kewenangan mengatur harga LPG di tingkat pengecer/warung. Karena masing-masing terbatas pada kewenangannya, oknum pengecer dan penyuplai LPG ke pengecer masih leluasa.

Lakukan Operasi Pasar

Keluhan atas tingginya harga gas LPG 3 Kg ditingkat pengecer yang jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET). Juga mendapat perhatian dari Pemkot Balikpapan melalui Bagian Perekonomian Setdakot.

Kabag Perekonomian Setdakot Balikpapan Sri Hartini Nugraha mengatakan, terkait dengan masih banyaknya pengecer menjual harga LPG 3 kg jauh diatas HET. Untuk melakukan penindakan bukan diranahnya Pemkot Balikpapan.

“Sudah kami pantau di lapangan, tapi yang bisa menindak hanya pihak Pertamina Patra Niaga, yang mana mereka punya perjanjian kerja sama dengan pangkalan atau agen,” ujar Sri Hartini Nugraha.

Lanjut Titin, biasa Sri Hartini Nugraha disapa, dimana para pengecer ini mendapatkan gas LPG 3 kg dari pangkalan. Kemudian menjualnya lagi dengan harga cukup tinggi bisa berkisar Rp 35 ribu-Rp 45 ribu pertabung.

“Biar di kasih harga sama pengecer Rp 60 ribu pertabung, kita mau menindak tapi dasar hukumnya tidak ada,” kata Titin.

Sejauh ini belum menemukan daerah di Indonesia yang bisa mengatur penjualan dan harga gas LPG 3 kg di tingkat pengecer, misalnya tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Walikota (Perwali).

Pertamina Patra Niaga juga hanya mengawasi penyaluran hingga tingkat pangkalan, sementara di pengecer bukan ranah mereka. Sedangkan pengecer mendapatkan gas LPG 3 kg dari pangkalan,” jelasnya.

Meski begitu, salah satu upaya yang dilakukan Pemkot Balikpapan untuk menekan tingginya harga gas LPG 3 Kg ditingkat pengecer dengan cara melakukan operasi pasar.

“Operasi pasar gas LPG 3 kg kita lakukan disetiap kelurahan yang sudah terjadwal,” ujar Titin.

“Setiap operasi pasar satu KK hanya boleh mendapat dua tabung gas LPG 3 kg,” tambahnya.

Perlu Pola Pengawasan

Dimana operasi pasar ini dilaksanakan tanpa atau sedang ada kasus LPG 3 kg mengalami kelangkaan. Yang terpenting mengusulkan ke pihak Pertamina Patra Niaga bersama agen atau pangkalan dalam hal penyediannya.

“Biasanya menjelang hari besar keagamaan, hari libur nasional yang panjang bertepatan dengan libur pengantaran gas LPG, disitu kami akan adakan operasi pasar,” jelasnya.

Terkait pangkalan yang menjual kepada pengecer, pihaknya tidak bisa menindak karena bukan ranahnya. Tapi menjadi ranah dari pihak Pertamina Patra Niaga.

“Teguran ke pengecer sudah sering kami lakukan, tapi kita tidak bisa menindak karena tidak ada aturan yang bisa kami jadikan pegangan,” tuturnya.

Sementara, pola pengawasan Pertamina hanya sebatas ditingkat agen dan pangkalan. Caranya hanya mewajibkan setiap pembeli menggunakan KTP. Kemudian data pembeli dimasukan dalam aplikasi merchant App. Pangkalan pun kadang menerapkan kebijakan satu pembeli satu tabung.

Operasi pasar gas LPG 3 kg dilakukan kalau ada permintaan pemda akibat adanya kelangkaan. Tapi tetap penyaluran berdasarkan kuato atau jatah. 

“Operasi pasar tidak dapat dilakukan secara masif karena sudah ada aturan soal penyaluran gas subsidi berdasarkan kuota,” tukas Titin.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.