Top Header Ad

Upaya Perlindungan Perempuan dan Anak, DP3AKB Tekan MoU Dengan Pengadilan Agama Balikpapan

BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com — Guna mencegah dan menindaklanjuti upaya pencegahan pernikahan dini, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, bersama dengan Pengadilan Agama Kota Balikpapan menandatangai Memorandum Of Understanding tentang Sinergitas Layanan Dispensasi Kawin sebagai upaya perlindungan perempuan dan anak di Kota Balikpapan, Senin (1/11).

Kepala DP3AKB Kota Balikpapan, Sri Wahyuningsih mengatakan, bahwa dengan adanya MoU ini, ke depannya, DP3AKB Kota Balikpapan akan menerima data yang direkomendasikan oleh Pengadilan Agama terkait calon mempelai yang berusia di bawah umur atau di bawah 19 tahun.

“Untuk di tahun ini eksekusinya kita melakukan konseling kepada calon pengantin, tetapi untuk tahun 2022, kita akan melakukan bimbingan teknis khusus bagi calon pengantin yang berusia di bawah umur,” ujar Sri Wahyuningsih kepada media, Selasa (2/11/2021).

Yuyun biasa Sri Wahyuningsih disapa menuturkan, pembekalan itu akan diberikan terkait tatanan keluarga bagaimana pola pengasuhan anak, kemudian konseling kesehatan pranikah, lalu bagaimana berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Termasuk juga menggandeng Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan untuk menciptakan generasi unggul.

“Kami memiliki harapan bagaimana keluarga yang dibangun secara dini ini dapat menciptakan tatanan keluarga yang berkualitas melalui intervensi dari hari kedua belah pihak keluarga,” kata Yuyun.

Sementara itu, Kepala Pengadilan Agama Kota Balikpapan, Darmuji mengatakan, bahwa berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perkawinan, bahwa batasan umur minimal mempelai laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.

“Undang-undang ini mengubah kebijakan aturan sebelumnya yang membatasi usai minimal mempelai wanita 16 tahun dan laki-laki 19 tahun, seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974,” kata Darmuji. 

Namun, kalau ada yang harus terpaksa melakukan perkawinan di usia muda prosesnya itu harus mengajukan permohonan oleh orang tua, baik calon pengantin pria dan wanita.

“Nanti akan dimintai keterangan secara lengkap baik dari segi fisik, ekonomi dan bagaimana kelangsungan dari perkawinan ini ketika ditopang oleh kedua belah pihak. Sesuai Perma Nomor 5 tahun 2019,” jelasnya.

Kata Darmuji, kebijakan ini diharapankan  pasangan yang terpaksa menikah di usia muda bisa menjadi pasangan yang ke depannya tidak sengsara, karena ini sangat rentan.

“Maka dengan kerjasama ini ke depannya akan ada pemeriksaan maupun konseling yang dibantu oleh DP3AKB untuk memastikan kondisi kedua mempelai,” tutup Darmuji. 

Pernikahan anak usia dini disebutkan membawa dampak buruk karena bisa meningkatkan risiko stunting, perceraian, hingga masalah kesehatan seperti kanker mulut rahim dan osteoporosis.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pernikahan dini di Indonesia meningkat dari tahun 2017 yang hanya 14,18 persen menjadi 15,66 persen pada 2018. Bahkan, pada masa pandemi, tren pernikahan dini turut meningkat.

Pada 2021, Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) mencatat 64 ribu anak di bawah umur mengajukan dispensasi menikah selama pandemi Covid-19.

Ada banyak faktor yang mendasari pernikahan dini, mulai dari adat, ekonomi, hingga kehamilan yang tak diinginkan.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.