Warga Nahdliyin Minta PBNU Tak Kelola Tambang, Ingatkan Dosa Ekologis

JAKARTA, inibalikpapan.com– Pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan menimbulkan pro dan kontra. Nahdlatul Ulama (NU) menjadi salah satu ormas yang menyatakan siap mengelola tambang.

Namun, tidak semua warga NU setuju dengan keputusan tersebut. Sekelompok peneliti, akademisi, karyawan swasta, dan aktivis NU yang mengatasnamakan warga NU alumni UGM menolak pemberian izin tersebut kepada ormas keagamaan.

Dalam keterangan tertulis yang masuk ke Suara, jaringan inibalikpapan.com, mereka memaparkan sejumlah alasan penolakan mereka terhadap ormas yang mengelola tambang.

Mereka berpendapat bahwa batu bara adalah sumber energi kotor yang sangat berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim, yang menyebabkan banyak bencana di Indonesia. Nusantara sangat rentan terhadap perubahan iklim dan geofisika/tektonik, sehingga menjadi salah satu daerah paling rawan bencana di dunia. Perubahan iklim meningkatkan kejadian dan dampak cuaca ekstrem, memperburuk bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, angin topan, puting beliung, dan tanah longsor.

Bencana hidrometeorologi menyebabkan lebih banyak korban luka, pengungsian, dan kerusakan harta benda meskipun gempa bumi menyebabkan lebih banyak kematian. Emisi gas rumah kaca perkiraannya akan mengubah iklim tropis Pasifik. Mempengaruhi sistem El Nino-Southern Oscillation (ENSO), dan menyebabkan kejadian El Nino dan La Nina yang lebih ekstrem.

Ekstraksi batu bara di Indonesia, yang hanya menyumbang sekitar 3% dari cadangan dunia, juga telah ternilai sebagai kejahatan. Ekstraksi ini memperburuk kualitas sosial dan ekologi melalui perampasan tanah, penggusuran, deforestasi, polusi, dan lubang pasca tambang yang ditinggalkan.

Perubahan sosial dan ekologi di sekitar situs ekstraksi batu bara yang melibatkan pemerintah, elit politik dan ekonomi, masyarakat (adat, setempat, penduduk lokal), penghancuran kantong resapan air, serta peningkatan risiko banjir dan tanah longsor semakin memperparah situasi. Deforestasi mengurangi sumber oksigen dan menambah emisi karbon, memperburuk pemanasan global.

Emisi dari batu bara juga berbahaya bagi kesehatan pernapasan. Lubang-lubang pasca tambang yang tidak direklamasi telah merenggut banyak korban di Kalimantan, Sumatera, Bangka, dan daerah lainnya.

Dulu Tolak Dampak Buruk Pertambangan

NU melalui Bahtsul Masail 2017 mendorong pemerintah untuk menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan mencegah kerusakan lingkungan. Muktamar NU di Jombang pada 2015 menyerukan moratorium semua izin tambang. Muktamar NU 2023 di Lampung merekomendasikan pemerintah untuk menghentikan pembangunan PLTU batu bara baru mulai 2022 dan penghentian produksi mulai 2022. Serta early retirement/phase-out PLTU batu bara pada 2040 untuk mempercepat transisi ke energi yang berkeadilan, demokratis, bersih, dan murah. Putusan, seruan, dan rekomendasi NU ini seharusnya menjadi pedoman bagi pengurus PBNU dalam menjalankan organisasi.

“PBNU perlu menyadari dengan penuh empati. Bahwa dampak kerusakan akibat tambang di petani, peladang, dan nelayan yang kebanyakan adalah warga nahdliyin – kelompok yang seharusnya menjadi tempat/sisi bagi pengurus NU untuk berpihak,” tulis warga NU.

Mereka juga menegaskan bahwa dalih menerima konsesi tambang untuk kebutuhan finansial organisasi menunjukkan ketidakmampuan pengurus dalam mengelola potensi NU.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.